Quantcast
Channel: Manajemen Produksi Elektronika
Viewing all 155 articles
Browse latest View live

Cara Menghitung Direct Acceptance Ratio (DAR) di Produksi

$
0
0

Cara Menghitung Direct Acceptance Ratio (DAR) di Produksi – Sebaik apapun design (rancangan) proses maupun produk serta sehebat-hebatnya manusia atau robot/mesin yang bekerja di produksi pasti akan terjadi kesalahan atau cacat produksi atau dinamakan Reject. Maka untuk mengukur prestasi kualitas dari suatu produksi diperlukan suatu perhitungan yang dinamakan Direct Acceptance Ratio (DAR) atau Tingkat Penerimaan langsung. Kebalikan dari Direct Acceptance Ratio adalah Rejection Rate atau Tingkat Cacat dalam Produksi.

Direct Acceptance Ratio dapat dihitung dalam satu Proses Produksi, satu Jalur Produksi maupun satu Jenis Produk yang diproduksi.

Disamping Direct Acceptance Ratio yang berlaku di jalur Produksi, OQC Direct Acceptance Ratio merupakan pengukuran yang sangat penting dalam menilai prestasi dalam sebuah Produksi, karena OQC (Outgoing Quality Control) merupakan gerbang terakhir dari sebuah produk yang akan dikirim ke pasaran. OQC biasanya mengendalikan Kualitas produksinya dengan melakukan Inspeksi atau pemeriksaan produksi secara random.

Makin tinggi tingkat DAR-nya, makin baik pula kualitas produk yang dihasilkan oleh produksi tersebut. Target DAR biasanya berbeda-beda tergantung Produk yang diproduksinya. Satuan perhitungan DAR menggunakan persentasi (%). Sebaliknya, makin tinggi Tingkat Cacat (Rejection Rate) menandakan semakin jeleknya kualitas dalam Produksi tersebut. Rejection Rate juga menggunakan Persentasi (%) sebagai satuan perhitungannya.

Cara Menghitung Direct Acceptance Ratio (DAR)

Secara teori, DAR merupakan hasil perbandingan antara Jumlah Unit yang baik dengan Total Jumlah Unit yang dihasilkannya. Ini bertolak belakang jika Rejection Rate yang diperhitungkan, yaitu hasil Perbandingan Jumlah Unit yang cacat dengan Total Jumlah Unit yang dihasilkannya.

Cara Perhitungan Direct Acceptance Ratio (DAR) adalah :

Yang diketahui adalah Jumlah Unit yang baik
= Jumlah unit yang baik Good Qty / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100

atau jika yang diketahui adalah Jumlah cacat :
= 100 – (Jumlah unit yang cacat / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100)

Contoh  :
Sebuah Jalur produksi yang memproduksi TV LED di Perusahaan “Dickson Electronics” dengan jumlah unit yang baik sebanyak 95 unit, Jumlah Unit yang Cacat (Reject) adalah 5 unit dan Total Jumlah Unit yang berhasil jadi Output adalah 100 unit. Maka berapakah Tingkat DAR-nya ?

Jawaban :
Jika dihitung berdasarkan Jumlah Unit yang baik :
95 unit / 100 unit *100 = 95%;

Jika dihitung berdasarkan Jumlah Unit yang Cacat :
100 – ( 5 / 100 ) * 100) = 100 – ( 5 ) = 95%

Jika tingkat DAR-nya adalah 95%
Jika yang ingin kita hitung adalah Tingkat Cacatnya Produksi (Production Rejection Rate, maka rumusnya adalah sebagai berikut :

= Jumlah Unit yang Cacat / Total Jumlah unit yang diproduksi * 100

Berdasarkan contoh diatas :
= 5 / 100 * 100 = 5%

Jadi tingkat Rejection Rate adalah : 5%

Keterangan :
Jumlah Unit yang cacat = NG Qty atau Reject Qty
Jumlah Unit yang baik = OK Qty atau Accept Qty
Total Jumlah Unit yang diproduksi = Total Production Output

Setelah diketahui tingkat Penerimaan Langsung (DAR) dan Tingkat Cacat (Rejection Rate) Produksinya, maka Manajemen akan melakukan berbagai kegiatan untuk menganalisa kondisi produksinya agar dapat meningkatkan Direct Acceptance Ratio dengan cara mengurangi Tingkat Cacatnya (mengurangi Reject / cacat di produksi).

The post Cara Menghitung Direct Acceptance Ratio (DAR) di Produksi appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


Kelebihan (Keuntungan) memakai Lampu LED (Light Emitting Diode)

$
0
0

Kelebihan dan Keuntungan memakai Lampu LED (Light Emitting Diode) – Seiring dengan semakin mahalnya biaya listrik dan semakin meningkatnya kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup, Lampu penerang yang terbuat dari LED menjadi semakin populer dan mulai menggantikan peranan Lampu penerang yang saat ini masih dijuluki sebagai Lampu “Energy Saving (Hemat Energi)” yakni Lampu Fluorescent atau CFL (Compact Fluorescent Lamp).  Terutama bagi Perusahaan-perusahaan yang memerlukan Penerangan hingga 24 Jam sehari, penghematan Listrik dengan menggantikan Lampu  TL (Tube Lamp) atau CFL (Compact Fluorescent Lamp) menjadi Lampu LED menjadi semakin penting dan mendesak (Urgent).

LED adalah singkatan dari Light Emitting Diodes yaitu Komponen Elektronika yang terbuat dari Semikonduktor yang dapat menghantarkan arus listrik kesatu arah dan menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. LED merupakan jenis Dioda yang dapat memancarkan cahaya saat dialiri arus listrik. Teknologi LED (Light Emitting Diodes) yang diperuntukan menjadi Lampu Penerang menjadi semakin matang dan berkembang serta menjadi salah satu pilihan terbaik dalam industri maupun rumah tangga dalam hal penghematan biaya listrik. Beberapa Produsen Lampu penerang (lighting) yang mulai giat mempromosikan dan memproduksi massal Lampu LED sebagai Lampu Penerang umum diantaranya adalah Philips, OSRAM, Panasonic dan Visalux.

Kelebihan LED sebagai Lampu Penerang

Untuk lebih jelas mengenai kelebihan atau keuntungan dalam pemakaian Lampu LED sebagai alat penerangan, berikut ini adalah 6 alasan utama mengapa kita dianjurkan untuk memakai Lampu LED (Light Emitting Diodes) serta perbandingannya dengan lampu CFL (Compact Fluorescent Lamp)  dan Lampu Pijar (Incandescent Lamp).

1. Umur Penggunaan yang lebih lama

Berdasarkan data dari Philips, Lampu LED dapat digunakan hingga 15.000 Jam, sedangkan Lampu CFL hanya dapat bertahan hingga 8.000 Jam. Berarti Lampu LED lebih awet 2 kali lipat dari Lampu CFL yang kita gunakan saat ini. Jika dibandingkan dengan Lampu Pijar, keawetan Lampu LED adalah 15 kali lebih baik dari Lampu Pijar yang hanya dapat digunakan hingga 1.000 Jam saja.

2. Hemat Listrik

Salah satu nilai Jual Lampu LED adalah kelebihannya dalam menghemat pemakaian Listrik. Sebuah Lampu LED 9 Watt dapat menggantikan Lampu CFL 12 Watt dengan hasil terang cahaya (Lumen) yang sama. Berarti Lampu LED lebih hemat listrik sekitar 25% dibanding dengan Lampu CFL. Jika dibandingkan dengan Lampu Pijar, maka Lampu LED lebih hemat sekitar 85% dari Lampu Pijar (Lampu Pijar memerlukan 60 Watt untuk menghasilkan terang cahaya yang sama yaitu 600 LM).

3. Ramah Lingkungan

Lampu LED tidak mengandung Merkuri yaitu bahan kimia yang dapat membahayakan Lingkungan hidup. Bahan-bahan pembuat Lampu LED terdiri dari bahan yang tidak berbahaya (non-toxic) dan dapat di daur ulang (Recycle).Di samping itu, daya tahan Lampu LED yang lama juga dapat menghemat sumber daya dalam memproduksinya.

4. Tidak Menimbulkan Panas dan Emisi UV (Ultraviolet)

Lampu LED tidak memproduksi Sinar UV (Ultraviolet) dan juga Energi Panas sehingga sangat cocok untuk menerangi lokasi yang meletakan produk ataupun bahan yang sensitif terhadap emisi UV seperti penerangan di Museum, situs Arkeologi dan Galeri kesenian.

5. Frekuensi Switching

Lampu LED dapat di ON-kandan OFF-kan sesering mungkin tanpa mempengaruhi umur penggunaannya sedangkan Lampu CFL akan cepat rusak jika sering di-ON-kan dan OFF-kan (Frekuensi Switching yang tinggi).

6. Waktu penyalaan yang cepat (Instan)

Lampu LED dapatmenyala (ON) dan mencapai titik terang maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Hal ini sangat berbeda dengan Lampu CFL (Compact Fluorescent Lamp) yang memerlukan beberapa detik untuk mencapai titik terang yang maksimal. Dengan demikian, Lampu LED sangat cocok untuk digunakan sebagai lampu Signal ataupun Lampu lalu lintas.

Meskipun harga Lampu LED lebih tinggi dibandingkan dengan Lampu CFL, tetapi jika dibandingkan dengan kelebihan yang dapat diperoleh dari Lampu LED maka dapat disimpulkan bahwa pemakaian Lampu LED memang lebih diuntungkan baik dari segi Ekonomi maupun segi perlindungan Lingkungan Hidup. Sebagai Informasi pembanding, Harga sebuah Lampu LED 7 Watt saat ini adalah sekitar Rp. 48.000 sedangkan harga Lampu CFL 11 Watt adalah sekitar Rp. 36.000.

The post Kelebihan (Keuntungan) memakai Lampu LED (Light Emitting Diode) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Bentuk dan Ukuran Standar Chip Resistor (SMD Resistor)

$
0
0

Bentuk dan Ukuran Standar Chip Resistor (SMD Resistor) – Resistor merupakan komponen elektronika pasif yang paling sering ditemukan dalam rangkaian elektronika. Hampir setiap rangkaian elektronika menggunakannya. Seiring dengan perkembangan teknologi fabrikasi dalam industri Komponen Elektronika dan juga tuntutan konsumen yang mengharapkan peralatan Elektronika yang semakin kecil dan portabel, Resistor saat ini telah dapat dibuat dengan ukuran yang sangat kecil dan ringan sehingga dapat dengan mudah diaplikasikan ke dalam peralatan elektronika yang portabel (dapat dibawa kemana-mana).

Resistor yang berukuran kecil pada umumnya dipasang oleh Mesin produksi SMT (Surface Mount Technologies) dengan kecepatan yang sangat tinggi dan juga tingkat akurasi yang tinggi. Komponen Resistor yang dapat dipasangkan oleh Mesin Produksi SMT adalah Resistor yang berbentuk Chip atau sering disebut juga dengan Komponen SMD (Surface Mount Devices). Bentuk Chip Resistor atau SMD Resistor ini biasanya dikemas menjadi bentuk petak seperti gambar dibawah ini :

bentuk dan ukuran standar chip resistor (smd resistor)

Ukuran Chip Resistor juga bermacam-macam tergantung pada kebutuhannya dalam Rangkaian Elektronika, namun hampir semua produsen Chip Resistor mengikuti ukuran-ukuran standar yang telah ditetapkan. Pada umumnya Produsen Komponen Chip Resistor menggunakan Standar JEDEC. JEDEC adalah sebuah organisasi yang berfungsi untuk melakukan standarisasi untuk Komponen-komponen Elektronika.

Ukuran Standar Chip Resistor (SMD Resistor) diwakili oleh kode-kode numerik (angka). Kode Ukuran-ukuran tersebut ada yang memakai Inci (“) dan ada yang menggunakan metrik (mm) sebagai satuan pengukurannya. Sebagai Contoh kode 0603, kode 0603 menandakan Panjang komponen 0.060” dan Lebar Komponen 0.030”. Sedangkan untuk ukuran kode metrik, chip resistor yang ukurannya sama diwakili dengan kode Metrik 1608. Kode tersebut menandakan Panjang komponen 1.55mm (dibulatkan 1.6mm) dan Lebarnya 0.85mm.

Ukuran Standar Chip Resistor (SMD Resistor)

Untuk lebih lengkapnya, silakan lihat tabel dibawah ini untuk ukuran-ukuran Standar chip resistor atau SMD Resistor yang terdapat di Pasaran :

Kode Inci mm Power
Imperial Metrik Panjang (P) Lebar (L) Panjang (P) Lebar (L) Watt
01005 0402 0.016 0.008 0.41 0.20 1/32 (0.031)
0201 0603 0.024 0.012 0.6 0.30 1/20 (0.05)
0402 1005 0.04 0.02 1 0.50 1/16 (0.062)
0603 1608 0.06 0.03 1.55 0.85 1/10 (0.10)
0805 2012 0.08 0.05 2 1.20 1/8 (0.125)
1206 3216 0.12 0.06 3.2 1.60 1/4 (0.25)
1210 3225 0.12 0.1 3.2 2.50 1/2 (0.50)
1218 3246 0.12 0.18 3.2 4.60 3/4 (0.75)
2010 5025 0.2 0.1 5 2.50 3/4 (0.75)
2512 6332 0.25 0.12 6.3 3.20 1

 

The post Bentuk dan Ukuran Standar Chip Resistor (SMD Resistor) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Cara Mengukur Partikel Debu dengan Particle Counter (Penghitung Partikel)

$
0
0

Cara Mengukur Partikel Debu dengan Particle Counter (Penghitung Partikel) – Kebersihan merupakan salah satu hal yang penting dalam produksi terutama pada produk-produk elektronik, Farmasi, Pesawat Terbang dan Laboratorium penelitian. Perusahaan Manufaktur yang bersih dan rapi umumnya dapat mencerminkan kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Kebersihan, dalam hal ini adalah debu dapat menyebabkan cacatnya suatu produk. Beberapa produk yang sangat peka terhadap debu adalah seperti produksi komponen elektronika, komponen semikonduktor, pemasangan komponen optik serta produk-produk presisi lainnya. Produk-produk tersebut memerlukan lingkungan yang sangat bersih dan bebas debu. Dikatakan bebas debu bukan berarti “0” debu, namun ukuran dan jumlah partikel debu yang terdapat pada udara harus dijaga dalam spesifikasi tertentu.

Kelas Partikel Debu untuk Cleanroom (Ruangan Bersih)

Berikut dibawah ini adalah ukuran dan jumlah partikel debu US FED STD 209E Amerika Serikat.

Kelas untuk Ruangan Bersih (Cleanroom) Produksi

Cara Mengukur Partikel Debu dengan Particle Counter (Penghitung Partikel)

 

Setelah kita mengetahui standar yang akan kita gunakan, kita harus menyediakan alat pengukur debu atau biasanya disebut dengan “Particle Counter” atau “Penghitung Partikel”. Setelah itu, ikuti langkah-langkah berikut ini :

  1. Buka Penutup Inlet.
  2. Hidupkan (ON) Particle Counter.
  3. Tekan “Measure Mode”.
  4. Kemudian Tekan “Start”.
  5. Alat Particle counter akan mempersiapkan diri untuk memulai pengukuran.
  6. Tekan sekali lagi “Start” untuk memulai pengukuran.
  7. Tunggu sampai waktu pengambilan sample selesai, biasanya sekitar 1 menit (60 detik).
  8. Seperti pada gambar, terlihat Partikel debu yang terukur.

Cara Membaca Hasil Pengukuran Particle Counter

Saya mengambil sampel di dua tempat. Satu di ruangan produksi tanpa menggunakan Cleanroom (Ruangan Bersih) dan satu lagi sampel pengukuran diambil di dalam Cleanroom (Ruangan Bersih).

Cara Mengukur Partikel Debu dengan Particle counter

Pada ruangan produksi yang tidak dibekali Cleanroom (Ruang Bersih)

  • Partikel debu yang berukuran ≥0,3 µm sebanyak 140.104 partikel per kaki kubik (ft3).
  • Partikel debu yang berukuran ≥0,5 µm sebanyak 17.094 partikel per kaki kubik (ft3).
  • Partikel debu yang berukuran ≥5 µm sebanyak 84 partike per kaki kubik (ft3).

Dalam ruangan bersih (Cleanroom)

  • Partikel debu yang berukuran ≥0,3 µm sebanyak 121 partikel per kaki kubik (ft3).
  • Partikel debu yang berukuran ≥0,5 µm sebanyak 12 partikel per kaki kubik (ft3).
  • Partikel debu yang berukuran ≥5 µm sebanyak 0 partike per kaki kubik (ft3).

Kesimpulan :

Terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar antara area pengambilan sampel dengan Cleanroom dan tanpa Cleanroom.  Jika kita memakai standar Kelas 1.000 (Ukuran debu ≥0,5 µm harus kurang dari 1000 partikel per kaki kubik)  maka ruangan produksi kita harus dipasangkan atau dibekali oleh Cleanroom.

 

Catatan :
Saya menggunakan Particle Counter jenis Handheld Laser model 3887 Merek Kanomax. Langkah-langkah pengukuran mungkin akan berbeda dengan model Particle Counter model lainnya.

The post Cara Mengukur Partikel Debu dengan Particle Counter (Penghitung Partikel) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode

$
0
0

Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode – Barcode adalah sekumpulan kode yang berbentuk garis yang masing-masing ketebalan garisnya berbeda sesuai dengan karakter yang diwakilkannya. Barcode ini biasanya akan ditempelkan di label dan kemudian ditempelkan di produk yang akan diwakilinya atau dicetak langsung pada produknya untuk mengidentifikasikan produk tersebut. Informasi yang terdapat barcode tersebut dapat berupa nomor seri, nomor model, kode produksi, nomor identitas dan lain-lainnya sehingga dapat dengan mudah dan cepat diidentifikasikan oleh sistem komputer.

Untuk dapat membaca dan menterjemahkan kode-kode batang ini ke karakter yang dikenal oleh manusia atau sistem komputer, kita memerlukan alat yang biasanya kita sebut dengan Barcode Scanner. Saat ini juga terdapat banyak aplikasi smartphone (ponsel pintar) yang dapat membaca atau menterjemahkan barcode ini melalui kameranya.

Seiring dengan perkembangannya, banyak jenis barcode atau kode batang yang tersedia di pasaran. Bahkan barcode yang kita kenal saat ini tidak hanya berbentuk batang, namun juga berbentuk kotak-kotak kecil yang umumnya berbentuk bujursangkar. Dibawah ini adalah beberapa jenis Barcode yang dapat kita pilih sesuai dengan penggunaan dan kebutuhan.

Jenis-jenis Barcode

Barcode dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu barcode 1D dan barcode 2D. Berikut ini adalah jenis-jenis barcode 1D dan 2D yang sering ditemukan di berbagai produk di sekitar kita.

1. Jenis-jenis 1D Barcode

Panjang barcode satu dimensi atau 1D Barcode secara langsung terkait dengan seberapa banyak informasi yang dimilikinya. Akibatnya, pengguna harus membatasi jumlah karakter pada 1D barcode ini, biasanya diantara 8 hingga 15 karakter pada setiap barcodenya. Barcode 1D umumnya digunakan di seluruh operasi perusahaan untuk menghemat waktu dan membuat alur kerja inventaris lebih efisien.

Barcode satu dimensi yang sering kita temukan diantaranya adalah barcode jenis Code 30, Code 128, Interleaved 2 of 5, UPC dan EAN. 1D Barcode ini juga sering disebut dengan Barcode Linear. Dibawah ini adalah contoh barcode tersebut dan penjelasan singkatnya.

Jenis-jenis Barcode 1D

1.1. Code 39

Barcode jenis Code 39 adalah jenis barcode alfanumerik tertua yang hingga saat ini masih digunakan oleh industri manufaktur, kesehatan, industry otomotif, pertahanan dan pemerintahan. Code 39 ini dapat menyandikan angka 0 hingga 9 dan huruf A hingga Z serta beberapa simbol khusus seperti spasi, -, $,  /, +, %.

1.2. Code 128

Kode 128 adalah barcode linier yang digunakan oleh industri pengiriman dan pengemasan di seluruh dunia ini. Kode ini dirancang agar sangat ringkas dan menggunakan jumlah ruang  yang paling sedikit dari semua jenis barcode satu dimensi (1D barcode). Kode 128 ini mencakup angka 0-9, huruf A-Z (huruf besar dan kecil) dan semua simbol ASCII standar serta beberapa karakter khusus.

1.3. Interleaved 2 of 5

Kode Batang jenis Interleaved 2 of 5 atau ITF barcode ini umumnya digunakan untuk memberikan label pada bahan kemasan, karena barcode jenis ini memiliki toleransi yang tinggi dan cocok digunakan pada karton yagn bergelombang. Kode Interleaved 2 of 5 adalah barcode yang hanya terdiri dari numerik  yang digunakan untuk menyandikan pasangan angka. Setiap dua digit dipasangkan untuk membuat satu simbol. Jumlah digit yang digunakan harus genap agar format ini berfungsi, jadi nol biasanya ditambahkan pada akhir set angka ganjil.

1.4. Universal Product Codes (UPC) atau Kode Produk Universal

Barcode UPC dapat kita temukan di hampir setiap produk ritel. Barcode ini awalnya dibuat untuk toko grosir untuk menyediakan pencetakan tanda terima dan pelacakan inventaris yang cepat. Setelah mendapatkan nomor UPC, pabrikan akan menerima nomor perusahaan unik untuk digabungkan dengan nomor produk masing-masing.

1.5. International Article Number (EAN) atau Nomor Artikel Internasional

Barcode EAN pada dasarnya adalah superset dari UPC, barcode ini digunakan secara khusus oleh penjual buku, perpustakaan, universitas dan grosir untuk penelusuran buku. 13 kode digit ini dibuat dari Nomor Buku Standar Internasional (ISBN) untuk setiap buku yang dilacak. Seperti UPC, ini distandarisasi untuk identifikasi unik penerbit.

2. Jenis-jenis 2D Barcode

Barcode dua dimensi atau 2D Barcode secara sistematis mewakilkan data dengan menggunakan simbol dan bentuk dua dimensi. Barcode jenis ini mirip dengan barcode 1D linier, tetapi dapat mewakili lebih banyak data per unit area. Barcode 2D mencakup beberapa jenis barcode yang lebih baru, seperti QR Code dan PDF417.

Keuntungan utama lainnya dari barcode 2D adalah formula perlindungan kesalahannya. Kode-kode ini dirancang untuk menjaga data tetap utuh dan dapat dipindai dengan mudah, bahkan pada kondisi label yang terkoyak, tergores atau rusak. Fitur ini membuat barcode 2D secara unik cocok untuk aplikasi pemindaian yang lebih intens dan bergerak cepat.

Jenis-jenis Barcode 2D

2.1. DataMatrix Code (Kode Data Matriks)

Barcode DataMatrix adalah salah satu barcode 2D yang paling umum. DataMatrix Code adalah kode yang berbentuk bujur sangkar dan dapat menyandikan informasi yang berjumlah besar dalam ruang yang sangat kecil. Barcode Data Matriks ini sangat populer di bidang manufaktur elektronik dan perawatan kesehatan karena kelebihannya tersebut. Datamatrix code ini biasanya digunakan di produk yang kecil namun memerlukan penyajian informasi dalam jumlah besar. Kode 2D memerlukan pemindai atau scanner yang canggih, seperti telepon pintar dan scanner khusus 2D barcode untuk mengambil gambar dan menerjemahkan seluruh gambar sekaligus.

2.2. PDF417

Kode PDF417 digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan penyimpanan data dalam jumlah besar, seperti foto, sidik jari dan tanda tangan. Mereka dapat menyimpan lebih dari 1,1 kilobyte data yang dapat dibaca mesin, menjadikannya jauh lebih kuat daripada barcode 2D lainnya. Seperti kode QR, barcode PDF417 adalah domain publik dan bebas untuk digunakan. Berkat efisiensi datanya, kode PDF417 cocok untuk berbagai aplikasi, termasuk transportasi dan manajemen inventaris. Barcode ini juga cocok untuk membuat boarding pass kertas, serta kartu identifikasi yang dikeluarkan negara.

2.3. AZTEC

Kode Aztec adalah barcode dua dimensi yang digunakan dalam pola bulls eye pada kotak persegi. Kode AZTEC biasanya digunakan oleh industri transportasi, terutama pada tiket dan boarding pass pesawat. Barcode AZTEC ini masih dapat diterjemahkan meskipun dalam kondisi resolusi buruk dan dapat disajikan melalui layar telepon genggam. Barcode ini hanya memerlukan ruang yang kecil dan menyimpan data yang relatif besar.

2.4. QR Code

QR Code adalah barcode dua dimensi yang paling sering digunakan dalam pelacakan dan inisiatif pemasaran, seperti iklan, majalah dan kartu nama. Mereka fleksibel dalam ukuran, QR Code menawarkan toleransi kesalahan yang tinggi dan memiliki keterbacaan yang cepat, meskipun mereka tidak dapat dibaca dengan pemindai laser. Kode QR mendukung empat mode data yang berbeda: numerik, alfanumerik, byte / biner, dan bahkan Kanji. Mereka adalah domain publik dan bebas untuk digunakan.

Kode QR menawarkan fleksibilitas luar biasa. Mereka dapat dipindai pada hampir semua perangkat dengan kemampuan pemindaian (termasuk smartphone murah) —dan menyandikan hampir semua jenis data. Kode QR juga menampilkan toleransi kesalahan yang tinggi, memungkinkan pengguna untuk memecahkan kode informasi bahkan jika bagian dari kode tersebut dalam kondisi rusak.

The post Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode

$
0
0

Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode – Barcode adalah sekumpulan kode yang berbentuk garis yang masing-masing ketebalan garisnya berbeda sesuai dengan karakter yang diwakilkannya. Barcode ini biasanya akan ditempelkan di label dan kemudian ditempelkan di produk yang akan diwakilinya atau dicetak langsung pada produknya untuk mengidentifikasikan produk tersebut. Informasi yang terdapat barcode tersebut dapat berupa nomor seri, nomor model, kode produksi, nomor identitas dan lain-lainnya sehingga dapat dengan mudah dan cepat diidentifikasikan oleh sistem komputer.

Untuk dapat membaca dan menterjemahkan kode-kode batang ini ke karakter yang dikenal oleh manusia atau sistem komputer, kita memerlukan alat yang biasanya kita sebut dengan Barcode Scanner. Saat ini juga terdapat banyak aplikasi smartphone (ponsel pintar) yang dapat membaca atau menterjemahkan barcode ini melalui kameranya.

Seiring dengan perkembangannya, banyak jenis barcode atau kode batang yang tersedia di pasaran. Bahkan barcode yang kita kenal saat ini tidak hanya berbentuk batang, namun juga berbentuk kotak-kotak kecil yang umumnya berbentuk bujursangkar. Dibawah ini adalah beberapa jenis Barcode yang dapat kita pilih sesuai dengan penggunaan dan kebutuhan.

Jenis-jenis Barcode

Barcode dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu barcode 1D dan barcode 2D. Berikut ini adalah jenis-jenis barcode 1D dan 2D yang sering ditemukan di berbagai produk di sekitar kita.

1. Jenis-jenis 1D Barcode

Panjang barcode satu dimensi atau 1D Barcode secara langsung terkait dengan seberapa banyak informasi yang dimilikinya. Akibatnya, pengguna harus membatasi jumlah karakter pada 1D barcode ini, biasanya diantara 8 hingga 15 karakter pada setiap barcodenya. Barcode 1D umumnya digunakan di seluruh operasi perusahaan untuk menghemat waktu dan membuat alur kerja inventaris lebih efisien.

Barcode satu dimensi yang sering kita temukan diantaranya adalah barcode jenis Code 30, Code 128, Interleaved 2 of 5, UPC dan EAN. 1D Barcode ini juga sering disebut dengan Barcode Linear. Dibawah ini adalah contoh barcode tersebut dan penjelasan singkatnya.

Jenis-jenis Barcode 1D

1.1. Code 39

Barcode jenis Code 39 adalah jenis barcode alfanumerik tertua yang hingga saat ini masih digunakan oleh industri manufaktur, kesehatan, industry otomotif, pertahanan dan pemerintahan. Code 39 ini dapat menyandikan angka 0 hingga 9 dan huruf A hingga Z serta beberapa simbol khusus seperti spasi, -, $,  /, +, %.

1.2. Code 128

Kode 128 adalah barcode linier yang digunakan oleh industri pengiriman dan pengemasan di seluruh dunia ini. Kode ini dirancang agar sangat ringkas dan menggunakan jumlah ruang  yang paling sedikit dari semua jenis barcode satu dimensi (1D barcode). Kode 128 ini mencakup angka 0-9, huruf A-Z (huruf besar dan kecil) dan semua simbol ASCII standar serta beberapa karakter khusus.

1.3. Interleaved 2 of 5

Kode Batang jenis Interleaved 2 of 5 atau ITF barcode ini umumnya digunakan untuk memberikan label pada bahan kemasan, karena barcode jenis ini memiliki toleransi yang tinggi dan cocok digunakan pada karton yagn bergelombang. Kode Interleaved 2 of 5 adalah barcode yang hanya terdiri dari numerik  yang digunakan untuk menyandikan pasangan angka. Setiap dua digit dipasangkan untuk membuat satu simbol. Jumlah digit yang digunakan harus genap agar format ini berfungsi, jadi nol biasanya ditambahkan pada akhir set angka ganjil.

1.4. Universal Product Codes (UPC) atau Kode Produk Universal

Barcode UPC dapat kita temukan di hampir setiap produk ritel. Barcode ini awalnya dibuat untuk toko grosir untuk menyediakan pencetakan tanda terima dan pelacakan inventaris yang cepat. Setelah mendapatkan nomor UPC, pabrikan akan menerima nomor perusahaan unik untuk digabungkan dengan nomor produk masing-masing.

1.5. International Article Number (EAN) atau Nomor Artikel Internasional

Barcode EAN pada dasarnya adalah superset dari UPC, barcode ini digunakan secara khusus oleh penjual buku, perpustakaan, universitas dan grosir untuk penelusuran buku. 13 kode digit ini dibuat dari Nomor Buku Standar Internasional (ISBN) untuk setiap buku yang dilacak. Seperti UPC, ini distandarisasi untuk identifikasi unik penerbit.

2. Jenis-jenis 2D Barcode

Barcode dua dimensi atau 2D Barcode secara sistematis mewakilkan data dengan menggunakan simbol dan bentuk dua dimensi. Barcode jenis ini mirip dengan barcode 1D linier, tetapi dapat mewakili lebih banyak data per unit area. Barcode 2D mencakup beberapa jenis barcode yang lebih baru, seperti QR Code dan PDF417.

Keuntungan utama lainnya dari barcode 2D adalah formula perlindungan kesalahannya. Kode-kode ini dirancang untuk menjaga data tetap utuh dan dapat dipindai dengan mudah, bahkan pada kondisi label yang terkoyak, tergores atau rusak. Fitur ini membuat barcode 2D secara unik cocok untuk aplikasi pemindaian yang lebih intens dan bergerak cepat.

Jenis-jenis Barcode 2D

2.1. DataMatrix Code (Kode Data Matriks)

Barcode DataMatrix adalah salah satu barcode 2D yang paling umum. DataMatrix Code adalah kode yang berbentuk bujur sangkar dan dapat menyandikan informasi yang berjumlah besar dalam ruang yang sangat kecil. Barcode Data Matriks ini sangat populer di bidang manufaktur elektronik dan perawatan kesehatan karena kelebihannya tersebut. Datamatrix code ini biasanya digunakan di produk yang kecil namun memerlukan penyajian informasi dalam jumlah besar. Kode 2D memerlukan pemindai atau scanner yang canggih, seperti telepon pintar dan scanner khusus 2D barcode untuk mengambil gambar dan menerjemahkan seluruh gambar sekaligus.

2.2. PDF417

Kode PDF417 digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan penyimpanan data dalam jumlah besar, seperti foto, sidik jari dan tanda tangan. Mereka dapat menyimpan lebih dari 1,1 kilobyte data yang dapat dibaca mesin, menjadikannya jauh lebih kuat daripada barcode 2D lainnya. Seperti kode QR, barcode PDF417 adalah domain publik dan bebas untuk digunakan. Berkat efisiensi datanya, kode PDF417 cocok untuk berbagai aplikasi, termasuk transportasi dan manajemen inventaris. Barcode ini juga cocok untuk membuat boarding pass kertas, serta kartu identifikasi yang dikeluarkan negara.

2.3. AZTEC

Kode Aztec adalah barcode dua dimensi yang digunakan dalam pola bulls eye pada kotak persegi. Kode AZTEC biasanya digunakan oleh industri transportasi, terutama pada tiket dan boarding pass pesawat. Barcode AZTEC ini masih dapat diterjemahkan meskipun dalam kondisi resolusi buruk dan dapat disajikan melalui layar telepon genggam. Barcode ini hanya memerlukan ruang yang kecil dan menyimpan data yang relatif besar.

2.4. QR Code

QR Code adalah barcode dua dimensi yang paling sering digunakan dalam pelacakan dan inisiatif pemasaran, seperti iklan, majalah dan kartu nama. Mereka fleksibel dalam ukuran, QR Code menawarkan toleransi kesalahan yang tinggi dan memiliki keterbacaan yang cepat, meskipun mereka tidak dapat dibaca dengan pemindai laser. Kode QR mendukung empat mode data yang berbeda: numerik, alfanumerik, byte / biner, dan bahkan Kanji. Mereka adalah domain publik dan bebas untuk digunakan.

Kode QR menawarkan fleksibilitas luar biasa. Mereka dapat dipindai pada hampir semua perangkat dengan kemampuan pemindaian (termasuk smartphone murah) —dan menyandikan hampir semua jenis data. Kode QR juga menampilkan toleransi kesalahan yang tinggi, memungkinkan pengguna untuk memecahkan kode informasi bahkan jika bagian dari kode tersebut dalam kondisi rusak.

The post Pengertian Barcode dan Jenis-jenis Barcode appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Mengenal EMS (Electronic Manufacturing Services) dalam Industri Manufaktur Elektronik

$
0
0

Mengenal EMS (Electronic Manufacturing Services) dalam Industri Manufaktur Elektronik – Dalam dunia yang semakin terhubung dan didominasi oleh teknologi, permintaan terhadap produk elektronik terus meningkat. Dari perangkat elektronik konsumen hingga peralatan medis dan industri, setiap sektor membutuhkan solusi yang inovatif dan handal. Namun, tidak semua perusahaan memiliki kapabilitas dan sumber daya untuk memproduksi sendiri produk elektronik mereka. Inilah mengapa Electronic Manufacturing Services (EMS) menjadi pilihan yang popular.

Electronic Manufacturing Services atau EMS merupaakan mitra yang tak ternilai bagi perusahaan brand owner yang membutuhkan produksi elektronik. EMS pada umumnya mampu menyediakan keahlian, efisiensi dan kualitas dalam menghasilkan produk elektronik berkualitas tinggi. Dengan bekerja sama dengan perusahaan EMS, Perusahaan Pemilik Brand atau Brand Owner dapat menghemat waktu, mengurangi biaya dan memastikan produknya mencapai pasar dengan cepat.

Apa itu EMS?

Electronic Manufacturing Services (EMS) adalah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam manufaktur elektronik. EMS menyediakan layanan lengkap, mulai dari desain produk hingga pengiriman produk jadi kepada perusahaan yang membutuhkan produk elektronik. Perusahaan EMS memiliki fasilitas manufaktur yang dilengkapi dengan teknologi dan peralatan terkini untuk memastikan kualitas dan efisiensi dalam produksi.
Baca juga : Perbedaan Perusahaan ODM dan OEM.

Peran Penting EMS dalam Industri Manufaktur Elektronik

Berikut ini adalah beberapa peran penting EMS dalam Industri Manufaktur Elektronik.

  1. Manufaktur Efisien: EMS membantu perusahaan mengoptimalkan proses manufaktur mereka dengan menggunakan praktik dan teknologi terbaru. Dengan memiliki keahlian dalam manufaktur elektronik, EMS dapat mempercepat produksi, meningkatkan kualitas produk, dan mengurangi biaya produksi secara keseluruhan.
  2. Skalabilitas Produksi: EMS memungkinkan perusahaan untuk mengatur produksi dalam skala yang diperlukan. Baik itu untuk memenuhi permintaan musiman atau untuk meluncurkan produk baru, EMS memiliki fleksibilitas untuk mengatur kapasitas produksi sesuai dengan kebutuhan klien.
  3. Pengadaan dan Manajemen Rantai Pasokan: EMS memiliki keahlian dalam mengelola rantai pasokan elektronik yang kompleks. Mereka memiliki hubungan yang mapan dengan pemasok komponen elektronik, sehingga dapat memperoleh bahan mentah dengan harga yang kompetitif dan menghindari kekurangan pasokan yang dapat mengganggu jalannya produksi.
  4. Desain Produk dan Pengembangan: Sebagian besar EMS juga menawarkan layanan desain produk dan pengembangan. Mereka dapat membantu perusahaan klien dalam merancang produk elektronik yang efisien, handal, dan sesuai dengan persyaratan spesifik.
  5. Uji Kualitas dan Sertifikasi: EMS memiliki kemampuan untuk menguji kualitas produk secara menyeluruh sebelum dikirim ke pasar. Mereka juga dapat membantu perusahaan klien dalam memperoleh sertifikasi yang relevan, seperti ISO 9001, ISO 13485, atau sertifikasi industri lainnya yang diperlukan.

Perusahaan-perusahaan EMS Terkenal di Dunia

  1. Foxconn Technology Group: Foxconn adalah salah satu perusahaan EMS terbesar di dunia dengan markas di Taiwan. Foxconn menyediakan layanan manufaktur elektronik untuk berbagai industri, termasuk perangkat elektronik konsumen, telekomunikasi, komputer, peralatan medis, dan lain-lain. Foxconn telah bekerja sama dengan banyak merek terkenal seperti Apple, Sony, Dell dan Nintendo.
  2. Flex Ltd.: Flex (sebelumnya dikenal sebagai Flextronics) adalah perusahaan EMS global yang berkantor pusat di Singapura. Mereka menawarkan layanan manufaktur dan desain produk elektronik untuk sektor otomotif, industri, kesehatan, konsumen, dan lainnya. Flex memiliki fasilitas manufaktur di berbagai negara di seluruh dunia.
  3. Jabil Inc.: Jabil adalah perusahaan EMS dengan markas di Amerika Serikat. Mereka menyediakan solusi manufaktur elektronik, termasuk desain, produksi, pengujian, dan logistik. Jabil melayani berbagai industri seperti otomotif, energi, telekomunikasi, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
  4. Sanmina Corporation: Sanmina adalah perusahaan EMS yang berbasis di Amerika Serikat dan memiliki kehadiran global. Mereka mengkhususkan diri dalam manufaktur produk elektronik kompleks, termasuk perangkat medis, aerospace, pertahanan, dan teknologi informasi. Sanmina juga menyediakan layanan desain produk dan manajemen rantai pasokan.
  5. Celestica Inc.: Celestica adalah perusahaan EMS global yang berbasis di Kanada. Mereka menyediakan layanan manufaktur elektronik untuk berbagai industri, seperti telekomunikasi, komputer, industri, perawatan kesehatan, dan energi terbarukan. Celestica memiliki fasilitas produksi di beberapa negara di seluruh dunia.
  6. Sat Nusapersada Tbk: Sat Nusapersada adalah salah satu perusahaan EMS terkemuka di Indonesia. Mereka menyediakan layanan manufaktur elektronik untuk berbagai industri, termasuk elektronik konsumen, otomotif, peralatan medis dan industri lainnya. Sat Nusapersada juga memiliki fasilitas manufaktur yang dilengkapi dengan peralatan modern dan sistem manajemen mutu yang terintegrasi.

Baca juga : Pengertian Sistem Produksi Lean Manufacturing. 

The post Mengenal EMS (Electronic Manufacturing Services) dalam Industri Manufaktur Elektronik appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Keunggulan Timah sebagai Bahan Solder dalam Aplikasi Elektronika

$
0
0

Keunggulan Timah sebagai Bahan Solder dalam Aplikasi Elektronika – Dalam dunia elektronika, proses penyolderan menjadi hal yang tak terpisahkan. Pada dasarnya, Solder digunakan dalam proses penyolderan untuk menghubungkan dua atau lebih komponen logam dengan cara melelehkan solder dan mengisi celah antara komponen tersebut. Timah adalah bahan utama yang digunakan dalam solder karena memiliki sifat-sifat tertentu yang membuatnya cocok untuk aplikasi penyolderan. Bagi para praktisi elektronika, memahami keunggulan timah sebagai bahan solder ini tentunya merupakan pengetahuan yang sangat penting.

Dalam artikel ini, kami akan menjelaskan mengapa timah merupakan pilihan utama sebagai bahan solder dalam aplikasi elektronika.
Baca juga: Cara Menyolder Komponen Elektronika yang Benar.

Keunggulan Timah dibadingkan dengan Logam Lainnya sebagai Bahan Solder

Berikut beberapa alasan mengapa timah digunakan sebagai bahan solder:

1. Titik Leleh yang Rendah dan Kemudahan Penggunaan

Salah satu keunggulan utama timah adalah titik lelehnya yang relatif rendah (sekitar 232°C). Hal ini memungkinkan proses penyolderan dilakukan dengan mudah menggunakan peralatan yang tersedia. Praktisi elektronika dapat dengan cepat mencapai suhu yang diperlukan untuk melelehkan solder timah dan membuat sambungan yang kuat antara komponen.

2. Kekuatan Mekanik yang Memadai

Meskipun kekuatan mekanik timah lebih rendah dibandingkan dengan beberapa logam lain seperti tembaga atau baja, namun kekuatan ini biasanya sudah cukup untuk menjaga kestabilan hubungan antar komponen dalam aplikasi elektronika. Solder timah memberikan kinerja yang andal dan tidak mudah terlepas meskipun ada tekanan atau getaran yang diberikan pada sambungan solder.

3. Ketercampuran yang Baik dengan Logam Lain

Kemampuan ketercampuran solder timah dengan logam lain, terutama dengan logam yang umum digunakan dalam elektronika seperti tembaga, memainkan peran penting dalam penyolderan. Solder timah mampu menyebar dengan baik di antara permukaan logam yang akan disolder, membentuk sambungan yang kuat dan stabil. Ini memungkinkan arus listrik atau sinyal dapat mengalir dengan lancar melalui sambungan tersebut.

4. Ketahanan Terhadap Oksidasi

Saat proses penyolderan, permukaan logam cenderung teroksidasi karena paparan udara. Timah memiliki ketahanan yang baik terhadap oksidasi, sehingga membantu dalam membentuk sambungan yang berkualitas. Selain itu, ketika solder timah dilelehkan, oksida pada permukaan logam dapat terlepas dan digantikan oleh lapisan solder yang baru, meningkatkan kualitas sambungan.

5. Aspek Lingkungan yang Ramah

Dalam upaya untuk menjaga lingkungan, banyak solder modern menggunakan timah sebagai bahan utama, menggantikan solder yang mengandung logam berat seperti timbal. Solder timah dianggap lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan manusia. Hal ini telah mengarah pada penggunaan yang lebih luas dari solder timah dalam berbagai aplikasi elektronika.

Sebagai praktisi elektronika, pemahaman tentang keunggulan timah sebagai bahan solder sangat penting. Dalam artikel ini, kami telah menjelaskan mengapa timah dipilih sebagai bahan solder utama dalam aplikasi elektronika. Titik leleh rendah, kekuatan mekanik yang memadai, ketercampuran yang baik dengan logam lain, ketahanan terhadap oksidasi, dan aspek lingkungan yang ramah adalah faktor-faktor penting yang membuat timah menjadi pilihan yang ideal dalam penyolderan.

Dengan memahami keunggulan timah sebagai bahan solder, praktisi elektronika dapat menghasilkan sambungan yang andal, kuat, dan tahan lama antara komponen elektronik. Hal ini akan berdampak pada kualitas dan kinerja perangkat elektronik yang dihasilkan, serta menjaga lingkungan dan kesehatan manusia,

The post Keunggulan Timah sebagai Bahan Solder dalam Aplikasi Elektronika appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


Pengertian UPH dan Cara Menghitungnya

$
0
0

Pengertian UPH dan Cara Menghitungnya: Memahami Konsep Produktivitas Tenaga Kerja dan Hasil – Dalam dunia industri dan bisnis, produktivitas merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Produktivitas adalah ukuran efisiensi dan efektivitas dalam menghasilkan barang atau jasa dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam konteks ini, terdapat dua konsep penting yang sering digunakan, yaitu UPH (Unit Per Hour) dan UPPH (Unit Produksi Per Jam). Dalam artikel ini, kita akan membahas pengertian dan perbedaan antara UPH dan UPPH serta relevansinya dalam dunia industri.

Pengertian UPH (Unit Per Hour)

UPH yang merupakan singkatan dari UNIT PER HOUR atau sering juga disebut sebagai Unit per Jam dalam Bahasa Indonesia ini adalah metode pengukuran produktivitas yang mengacu pada jumlah unit yang dihasilkan dalam satu jam kerja. UPH umumnya digunakan untuk mengukur produktivitas pekerjaan yang memerlukan waktu yang lebih lama untuk diselesaikan atau yang memiliki karakteristik yang rumit. Dalam pengukuran UPH, faktor-faktor seperti kecepatan, ketepatan dan efisiensi dalam menyelesaikan pekerjaan menjadi pertimbangan utama.

Contoh penggunaan UPH dapat ditemukan dalam industri manufaktur. Misalnya, sebuah pabrik TV ingin mengukur produktivitas para pekerja dalam memproduksi TV. Mereka dapat menghitung jumlah TV yang diproduksi oleh pekerja dalam satu jam. Dengan demikian, mereka dapat mengidentifikasi pekerja yang paling produktif dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.
Baca juga : Cara Menghitung Jumlah Output, Tenaga Kerja, Waktu Kerja di Produksi.

Contoh Kasus Perhitungan UPH (Unit Per Hour)

Berikut adalah contoh perhitungan UPH (Unit Per Hour) untuk memberikan gambaran yang lebih jelas:

Sekelompok pekerja di sebuah pabrik mebel yang bertugas merakit kursi. Dalam satu jam kerja, mereka berhasil merakit 50 kursi. Maka, perhitungan UPH untuk kelompok pekerja tersebut adalah sebagai berikut:

UPH = Jumlah unit yang dihasilkan / Waktu kerja
UPH = 50 kursi / 1 jam
UPH = 50 kursi

Dalam contoh ini, UPH untuk kelompok pekerja tersebut adalah 50 kursi/jam atau biasanya disebut dengan UPH 50. Artinya, sekelompok pekerja ini rata-rata mampu merakit 50 kursi dalam waktu satu jam kerja.

Perhitungan UPH dapat membantu perusahaan dalam mengukur dan memantau produktivitas pekerjaan. Dengan mengetahui UPH, perusahaan dapat mengevaluasi kinerja individu atau kelompok pekerja, mengidentifikasi penyebab penurunan produktivitas, serta melakukan perbaikan dan peningkatan untuk mencapai target yang diinginkan.

Penting untuk diingat bahwa perhitungan UPH dapat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan dan karakteristiknya. Oleh karena itu, setiap industri atau perusahaan dapat menggunakan metode perhitungan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka.

The post Pengertian UPH dan Cara Menghitungnya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Mean Time to Repair (MTTR) dan Cara Menghitung MTTR

$
0
0

Pengertian Mean Time to Repair (MTTR) dan Cara Menghitung MTTRMean Time to Repair (MTTR) adalah indikator kinerja kunci yang membantu organisasi memahami seberapa cepat mereka dapat pulih dari kegagalan peralatan atau sistem, meminimalkan waktu henti dan mengoptimalkan produktivitas. MTTR merupakan metrik penting yang digunakan dalam berbagai industri untuk mengukur efisiensi proses pemeliharaan dan perbaikan. 

Pengertian Mean Time to Repair (MTTR)

MTTR atau Mean Time to Repair adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memperbaiki komponen, peralatan, Mesin atau sistem yang mengalami kegagalan dari saat kegagalan terjadi hingga sistem kembali beroperasi normal sepenuhnya. MTTR mencakup waktu yang dihabiskan untuk mendiagnosis masalah, merencanakan perbaikan, memperoleh sumber daya yang diperlukan dan melakukan perbaikan sebenarnya serta memverifikasi bahwa sistem berfungsi dengan benar. MTTR biasanya diukur dalam bentuk satuan waktu yaitu “Jam”.

Signifikansi MTTR

MTTR memainkan peran penting dalam memastikan operasi yang lancar bagi bisnis dan industri yang sangat bergantung pada mesin, peralatan, atau sistem komputer yang kompleks. Meminimalkan waktu henti dan mengurangi MTTR sangat penting dalam setiap industri, karena berhentinya operasi dalam industri akan menimbulkan berbagai kerugian bagi industri itu sendiri.

Berikut ini beberapa alasan mengapa waktu henti dan mengurangi MTTR merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

  • Produktivitas: Waktu henti yang panjang akibat kegagalan peralatan dapat mengganggu jadwal produksi, menyebabkan keterlambatan pengiriman, dan mengurangi produktivitas. MTTR yang rendah memastikan pemulihan yang lebih cepat, memungkinkan organisasi kembali beroperasi normal dengan cepat.
  • Pengelolaan Biaya: Waktu henti bisa mahal, karena menyebabkan kehilangan pendapatan dan meningkatkan biaya operasional. Proses pemeliharaan yang efisien, dengan MTTR yang rendah, membantu dalam pengelolaan biaya dan meningkatkan laba.
  • Kepuasan Pelanggan: Bagi industri berorientasi layanan, tanggapan cepat dan pemulihan cepat dari kegagalan penting untuk memenuhi harapan pelanggan. MTTR yang rendah memastikan bahwa gangguan layanan diminimalkan, mengarah pada kepuasan dan loyalitas atau kesetiaan pelanggan yang lebih tinggi.

Baca juga: Pengertian UPH dan Cara Menghitungnya.

Menghitung MTTR

Untuk menghitung MTTR, kita perlu mengumpulkan data tentang waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki setiap kegagalan, kemudian menghitung rata-ratanya selama periode tertentu. 

Rumus untuk MTTR adalah sebagai berikut:

MTTR = (Total waktu downtime akibat kegagalan) / (Jumlah kegagalan)

Contoh Kasus:

Mesin Produksi yang melakukan produksi TV terjadi tiga kegagalan selama sebulan dengan masing-masing kegagalan sebagai berikut:

Mesin A: 4 jam downtime
Mesin B: 6 jam downtime
Mesin C: 3 jam downtime

Penyelesaian:

Diketahui:

Total waktu downtime = 13 Jam (4 jam + 6 jam + 3 jam)
Jumlah kegagalan = 3 kali
MTTR = 13 jam / 3 kegagalan = 4,33 jam

MTTR untuk fasilitas manufaktur ini adalah sekitar 4,33 jam per kegagalan.

Strategi Mengurangi Jam MTTR

Mengurangi MTTR melibatkan perencanaan strategis dan upaya perbaikan berkelanjutan. Beberapa strategi efektif untuk meningkatkan MTTR atau dengan kata lain mengurangi Jam MTTR adalah sebagai berikut:

  • Pemeliharaan Preventif: Melaksanakan jadwal pemeliharaan preventif secara teratur dapat membantu mengidentifikasi masalah potensial sebelum menyebabkan kegagalan, mengurangi kemungkinan waktu henti yang tak terduga.
  • Pelatihan dan Pengembangan Keterampilan: Pastikan personel pemeliharaan mendapatkan pelatihan yang memadai dan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mendiagnosis dan memperbaiki peralatan dengan efisien.
  • Manajemen Suku Cadang: Menjaga inventaris suku cadang penting yang memadai untuk mengurangi waktu yang dihabiskan untuk menunggu penggantian.
  • Analisis Akar Penyebab: Melakukan analisis akar penyebab yang menyeluruh terhadap kegagalan untuk menangani masalah mendasar dan mencegah masalah berulang.
  • Pemanfaatan Teknologi: Manfaatkan teknologi canggih seperti pemeliharaan prediktif dan pemantauan kondisi untuk memprediksi kegagalan dan merencanakan perbaikan secara proaktif.

Jadi dapat disimpulkan bahwa MTTR adalah metrik dasar yang mengukur efisiensi proses pemeliharaan dan perbaikan. Setiap Organisasi harus berusaha mengurangi MTTR untuk memastikan waktu henti minimal, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan terus meningkatkan strategi pemeliharaan dan berinvestasi dalam sumber daya dan teknologi yang tepat, organisasi dapat mengoptimalkan operasi dan mencapai kesuksesan yang lebih besar dalam lanskap bisnis yang kompetitif saat ini.

The post Pengertian Mean Time to Repair (MTTR) dan Cara Menghitung MTTR appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Industri 4.0: Revolusi Digital dalam Dunia Manufaktur dan Bisnis

$
0
0

Industri 4.0: Revolusi Digital dalam Dunia Manufaktur dan Bisnis – Industri 4.0 merupakan istilah yang menggambarkan transformasi digital dalam dunia industri dan manufaktur. Revolusi ini ditandai dengan integrasi teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), big data, dan komputasi awan dalam proses produksi dan bisnis. Dengan adopsi teknologi ini, industri dapat mencapai efisiensi yang lebih tinggi, otomatisasi yang lebih baik, serta peningkatan daya saing global.

Sejarah dan Perkembangan Industri 4.0

Konsep Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Jerman pada tahun 2011 dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur. Revolusi ini merupakan kelanjutan dari tiga revolusi industri sebelumnya:

  1. Industri 1.0 – Penggunaan mesin uap dan mekanisasi produksi pada abad ke-18.
  2. Industri 2.0 – Pemanfaatan listrik dan produksi massal pada awal abad ke-20.
  3. Industri 3.0 – Digitalisasi dan otomatisasi dengan bantuan komputer dan elektronik sejak pertengahan abad ke-20.

Industri 4.0 melanjutkan tren ini dengan menghubungkan perangkat dan sistem secara digital untuk menciptakan “pabrik pintar” yang lebih fleksibel dan efisien.

Baca juga: Pengertian EMS dalam Industri Manufaktur.

Teknologi Kunci dalam Industri 4.0

Beberapa teknologi utama yang menjadi pilar dalam Industri 4.0 antara lain:

  1. Internet of Things (IoT) – Menghubungkan perangkat dan mesin melalui internet untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara real-time.
  2. Kecerdasan Buatan (AI) dan Machine Learning – Mengoptimalkan proses produksi melalui analisis data dan otomatisasi berbasis kecerdasan buatan.
  3. Big Data dan Analitik – Mengelola dan menganalisis data dalam jumlah besar untuk meningkatkan efisiensi dan prediksi dalam industri.
  4. Komputasi Awan (Cloud Computing) – Menyediakan infrastruktur penyimpanan dan pengolahan data yang fleksibel dan hemat biaya.
  5. Robotika dan Otomatisasi – Menggunakan robot dan sistem otomatis untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesalahan manusia.
  6. Blockchain – Memastikan transparansi dan keamanan dalam rantai pasok dan transaksi bisnis.
  7. Manufaktur Additive (3D Printing) – Memungkinkan produksi yang lebih fleksibel dan hemat biaya dengan pencetakan 3D.

Dampak Industri 4.0 dalam Berbagai Sektor

Industri 4.0 memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai sektor, di antaranya:

  • Manufaktur: Pabrik pintar memungkinkan otomatisasi lebih lanjut dan efisiensi produksi.
  • Kesehatan: Teknologi IoT dan AI mendukung pengembangan layanan kesehatan berbasis data.
  • Keuangan: Analitik big data dan blockchain meningkatkan transparansi dan keamanan transaksi.
  • Transportasi dan Logistik: IoT dan AI membantu optimalisasi rantai pasok dan prediksi permintaan.

Tantangan dan Masa Depan Industri 4.0

Meskipun memiliki banyak keuntungan, penerapan Industri 4.0 juga menghadapi beberapa tantangan, seperti:

  • Kebutuhan akan tenaga kerja dengan keterampilan digital tinggi.
  • Masalah keamanan siber terkait dengan data dan konektivitas.
  • Investasi awal yang cukup besar untuk transformasi digital.

Namun, dengan inovasi yang terus berkembang, Industri 4.0 diperkirakan akan terus menjadi pendorong utama perubahan di berbagai sektor. Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan revolusi ini akan memiliki keunggulan kompetitif yang lebih besar di masa depan.

Industri 4.0 bukan hanya sekadar tren, melainkan revolusi besar dalam dunia industri dan bisnis. Dengan pemanfaatan teknologi canggih seperti IoT, AI, dan big data, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta inovasi. Meski ada tantangan yang harus dihadapi, potensi yang ditawarkan Industri 4.0 sangat besar untuk menciptakan masa depan yang lebih cerdas dan efisien.

The post Industri 4.0: Revolusi Digital dalam Dunia Manufaktur dan Bisnis appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Yield dalam Manufaktur Produksi Elektronik dan Jenis-jenisnya

$
0
0

Pengertian Yield dalam Produksi Elektronik – Dalam industri manufaktur elektronik, yield adalah metrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi produksi dan kualitas produk. Yield menunjukkan persentase produk yang berhasil diproduksi dengan standar kualitas yang ditentukan dibandingkan dengan total unit yang diproses. Metrik ini sangat penting dalam menentukan efektivitas produksi dan mengurangi pemborosan akibat cacat produk.

Dalam bahasa Indonesia, yield dapat diterjemahkan juga sebagai hasil, keluaran atau tingkat keberhasilan dalam konteks produksi. Dalam manufaktur, yield sering merujuk pada rasio produk yang berhasil diproduksi tanpa cacat dibandingkan dengan total produk yang diproses.

Jenis-Jenis Yield dalam Produksi Elektronik

  1. First Pass Yield (FPY)
    FPY adalah persentase unit yang berhasil melewati seluruh proses produksi dan pengujian tanpa perlu perbaikan (rework) atau pengerjaan ulang. Semakin tinggi FPY, semakin efisien proses produksi.Rumus FPY:

    FPY : (Jumlah Produk tanpa Cacat / Total Produk yang diproses) x 100%

  2. Rolled Throughput Yield (RTY)
    RTY mengukur kemungkinan suatu produk melewati seluruh tahap produksi tanpa mengalami cacat di setiap tahapnya. RTY sangat berguna untuk mengidentifikasi titik lemah dalam proses produksi elektronik.Rumus RTY:

    RTY = FYI1 x FPY2 x FPY3 …. FPYn

    (dimana adalah jumlah tahap dalam proses produksi)

  3. Final Yield (FY)
    FY adalah persentase produk yang lolos inspeksi akhir setelah perbaikan atau pengerjaan ulang. FY memberikan gambaran tentang kualitas produk akhir setelah semua perbaikan dilakukan.Rumus FY:

    FY = (Total produk jadi yang lolos inspeksi akhir / Total produk yang diproses) x 100%

Pentingnya Yield dalam Produksi Elektronik

Yield dalam produksi elektronik memiliki dampak langsung terhadap efisiensi, biaya produksi, dan profitabilitas perusahaan. Beberapa manfaat utama yield yang tinggi meliputi:

  • Mengurangi biaya produksi – Dengan meningkatkan yield, perusahaan dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku, tenaga kerja, dan perbaikan.
  • Meningkatkan kepuasan pelanggan – Produk dengan kualitas tinggi meningkatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan.
  • Mengoptimalkan sumber daya – Yield yang tinggi menunjukkan bahwa proses produksi berjalan dengan optimal, mengurangi pemborosan dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien.

Baca juga: Pengertian UPH dan Cara Menghitungnya.

Faktor yang Mempengaruhi Yield dalam Produksi Elektronik

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yield dalam produksi elektronik meliputi:

  • Kualitas bahan baku – Komponen elektronik yang berkualitas buruk dapat meningkatkan tingkat kegagalan dalam produksi.
  • Presisi dalam proses manufaktur – Kesalahan dalam perakitan, soldering, atau pencetakan PCB dapat mengurangi yield.
  • Kualitas desain produk – Desain yang kompleks atau kurang optimal dapat meningkatkan risiko kegagalan dalam produksi.
  • Pengendalian kualitas – Inspeksi yang ketat dan sistem kontrol kualitas yang baik dapat membantu meningkatkan yield dengan mengurangi cacat sejak dini.

Yield merupakan indikator utama dalam produksi perangkat elektronik yang menentukan efisiensi dan kualitas hasil produksi. Dengan memahami dan meningkatkan berbagai jenis yield seperti FPY, RTY, dan FY, perusahaan dapat mengoptimalkan produksi, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan daya saing di pasar elektronik yang kompetitif. Oleh karena itu, pemantauan dan perbaikan berkelanjutan dalam proses manufaktur sangat penting untuk mencapai yield yang tinggi.

The post Pengertian Yield dalam Manufaktur Produksi Elektronik dan Jenis-jenisnya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Tiga Metode Penyolderan dalam Manufaktur Elektronika

$
0
0

Tiga Metode Penyolderan dalam Manufaktur Elektronika – Penyolderan adalah proses penting dalam manufaktur produk elektronika yang berfungsi untuk menghubungkan komponen elektronik ke papan sirkuit cetak (PCB). Terdapat tiga metode utama dalam penyolderan, yaitu manual soldering, wave soldering, dan reflow soldering. Setiap metode memiliki keunggulan dan aplikasinya masing-masing dalam industri elektronika.

Tiga Metode Penyolderan dalam Manufaktur Elektronika

Berikut ini adalah 3 Metode Penyolderan yang sering dijumpai dalam Manufaktur produk elektronika.

1. Manual Soldering

Manual soldering atau penyolderan manual dilakukan dengan menggunakan soldering iron (besi solder) yang dipanaskan untuk melelehkan timah solder dan menghubungkan komponen ke PCB.

Keunggulan:

  • Fleksibel untuk perbaikan dan prototipe.
  • Cocok untuk produksi dalam skala kecil.
  • Mudah diterapkan tanpa peralatan mahal.

Kelemahan:

  • Kualitas penyolderan tergantung pada keterampilan operator.
  • Kurang efisien untuk produksi massal.
  • Risiko ketidakkonsistenan dan kesalahan lebih tinggi.

Baca juga: Cara Menyolder Komponen Elektronika dengan Benar

2. Wave Soldering

Wave soldering adalah metode penyolderan yang digunakan untuk komponen through-hole (THT) dan beberapa surface-mount (SMT). PCB melewati gelombang timah cair yang menyolder semua sambungan sekaligus.

Keunggulan:

  • Efisien untuk produksi massal.
  • Hasil penyolderan lebih konsisten dibanding manual.
  • Dapat menyolder banyak komponen dalam satu proses.

Kelemahan:

  • Tidak cocok untuk komponen SMT berukuran kecil.
  • Memerlukan mesin dan peralatan khusus.
  • Konsumsi timah solder lebih banyak dibanding metode lainnya.

Baca juga: Menyolder Komponen Elektronika dengan Mesin Solder (Wave Soldering)

3. Reflow Soldering

Reflow soldering adalah metode utama untuk komponen surface-mount (SMT). Proses ini menggunakan pasta solder yang diterapkan ke PCB sebelum komponen ditempatkan dan kemudian dipanaskan dalam oven reflow hingga timah meleleh dan menghubungkan komponen ke PCB.

Keunggulan:

  • Paling efektif untuk komponen SMT kecil dan kompleks.
  • Hasil penyolderan presisi dan seragam.
  • Mengurangi kemungkinan overheating pada komponen.

Kelemahan:

  • Memerlukan oven reflow dan stencil untuk aplikasi pasta solder.
  • Biaya investasi awal yang tinggi.
  • Tidak cocok untuk komponen THT tanpa proses tambahan.

Baca juga: Pengertian dan Pengetahuan Dasar tentang SMT (Surface Mount Technologies)

Ketiga metode penyolderan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tergantung pada jenis produksi dan komponen yang digunakan. Manual soldering cocok untuk perbaikan dan produksi kecil, wave soldering lebih ideal untuk komponen THT dalam jumlah besar, sedangkan reflow soldering menjadi pilihan utama dalam perakitan SMT modern. Pemilihan metode yang tepat akan meningkatkan efisiensi dan kualitas dalam manufaktur elektronika.

The post Tiga Metode Penyolderan dalam Manufaktur Elektronika appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian AOI (Automated Optical Inspection) dalam Industri Elektronika

$
0
0

Pengertian AOI (Automated Optical Inspection) dalam Industri Elektronika – Automated Optical Inspection atau sering disingkat dengan AOI adalah teknologi inspeksi otomatis yang digunakan dalam industri manufaktur elektronika untuk mendeteksi cacat atau kesalahan pada papan sirkuit cetak (PCB). AOI memainkan peran penting dalam memastikan kualitas produksi dengan menggunakan kamera dan algoritma pemrosesan gambar untuk menganalisis komponen yang telah dirakit.

Cara Kerja AOI

Sistem AOI bekerja dengan cara mengambil gambar PCB dan membandingkannya dengan desain atau spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Beberapa tahap utama dalam proses AOI meliputi:

  1. Pemindaian Visual – Kamera resolusi tinggi mengambil gambar dari setiap bagian PCB.
  2. Analisis Citra – Perangkat lunak mendeteksi perbedaan antara desain ideal dan hasil produksi.
  3. Identifikasi Cacat – AOI dapat mengenali berbagai jenis kesalahan seperti solder yang tidak sempurna, komponen yang salah posisi, dan jalur sirkuit yang terputus.
  4. Laporan dan Tindakan Korektif – Data hasil inspeksi digunakan untuk memperbaiki atau mengeliminasi kesalahan dalam proses produksi.

Keunggulan AOI dalam Manufaktur Elektronika

  1. Deteksi Cacat yang Cepat dan Akurat
    AOI dapat mendeteksi kesalahan dengan tingkat akurasi tinggi, mengurangi risiko produk cacat masuk ke tahap produksi berikutnya.
  2. Meningkatkan Efisiensi Produksi
    Dengan otomatisasi inspeksi, waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan manual dapat dikurangi secara signifikan.
  3. Mengurangi Biaya Produksi
    AOI membantu mengurangi limbah dan pengerjaan ulang, sehingga menurunkan biaya produksi secara keseluruhan.
  4. Memastikan Kepatuhan terhadap Standar Kualitas
    Industri elektronika memiliki standar ketat seperti IPC-A-610, dan AOI membantu memastikan bahwa produk memenuhi standar tersebut.

Jenis-jenis AOI

AOI dapat dikategorikan berdasarkan teknologi dan metode pemindaian yang digunakan. Berikut adalah beberapa jenis AOI yang umum digunakan dalam industri manufaktur elektronika:

  1. AOI 2D (Dua Dimensi)
    • Menggunakan kamera untuk mengambil gambar PCB dari sudut atas.
    • Cocok untuk mendeteksi cacat permukaan seperti komponen yang hilang atau salah posisi.
    • Lebih ekonomis dibandingkan dengan AOI 3D tetapi memiliki keterbatasan dalam mendeteksi cacat solder yang kompleks.
  2. AOI 3D (Tiga Dimensi)
    • Menggunakan teknologi pencitraan berbasis laser atau cahaya terstruktur untuk mendapatkan informasi kedalaman.
    • Dapat mendeteksi cacat solder seperti kelebihan atau kekurangan timah dengan lebih akurat.
    • Memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan AOI 2D, tetapi dengan biaya investasi yang lebih besar.
  3. AOI Inline dan Offline
    • AOI Inline: Terintegrasi langsung dalam jalur produksi untuk inspeksi waktu nyata tanpa menghentikan proses produksi.
    • AOI Offline: Digunakan di luar jalur produksi, biasanya untuk pengujian sampel atau produk yang sudah selesai.

Tantangan dalam Implementasi AOI

  • Investasi Awal yang Besar – Memerlukan biaya tinggi untuk pemasangan dan pemeliharaan sistem AOI.
  • Keterbatasan dalam Deteksi 3D – Beberapa jenis cacat, seperti void pada solder, lebih sulit dideteksi oleh sistem AOI 2D.
  • Diperlukan Kalibrasi yang Tepat – Agar hasil inspeksi akurat, sistem AOI harus dikonfigurasi dengan baik.

Baca juga: Pengertian SMT dan Pengetahuan Dasar tentang SMT

Automated Optical Inspection (AOI) adalah teknologi penting dalam industri elektronika yang membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi. Dengan kemampuan mendeteksi kesalahan secara otomatis, AOI tidak hanya mengurangi biaya produksi tetapi juga meningkatkan keandalan produk akhir. Meskipun memiliki tantangan dalam implementasi, manfaat yang diberikan menjadikan AOI sebagai investasi yang sangat berharga bagi industri manufaktur elektronika modern.

The post Pengertian AOI (Automated Optical Inspection) dalam Industri Elektronika appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Tahapan Produksi: ER, NPI, PVT hingga Mass Production dalam Industri Manufaktur

$
0
0

Tahapan Produksi: ER, NPI, hingga Mass Production dalam Industri Manufaktur – Dalam dunia manufaktur modern, proses produksi yang efisien dan terstruktur sangatlah penting untuk menjaga kualitas dan konsistensi produk. Setiap tahap dalam proses produksi memiliki peran khusus yang harus dijalankan dengan baik agar produk dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Setelah tahap desain atau perancangan, sebelum memasuki produksi massal, diperlukan beberapa tahapan penting untuk memastikan bahwa produk siap diproduksi secara efisien dan memenuhi standar kualitas. Tahapan ini meliputi Engineering Run (ER), pembuatan prototipe, New Product Introduction (NPI), serta uji validasi desain (Design Validation Test atau DVT) yang memastikan semua aspek produk berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Baca juga: Pengenalan Komponen-komponen Elektronika dan Pengelompokannya

Tahapan Produksi setelah Design

Artikel ini akan membahas secara mendetail mengenai tahapan produksi mulai dari Engineering Run (ER), New Product Introduction (NPI), hingga produksi massal (Mass Production) yang biasa diterapkan pada industri elektronik, otomotif, dan berbagai sektor teknologi lainnya.

1. Engineering Run (ER)

Engineering Run merupakan tahap awal untuk menguji desain produk baru dalam skala kecil. Tahap ini bertujuan untuk:

  • Mengidentifikasi masalah desain atau manufaktur lebih awal.
  • Menguji proses produksi sebelum dilanjutkan ke tahap yang lebih besar.
  • Melakukan perbaikan atau penyesuaian desain dengan cepat.

ER menjadi penting karena dapat mengurangi risiko kesalahan yang lebih besar pada tahap berikutnya.

2. Prototype Build

Tahap ini melibatkan pembuatan prototipe produk dalam jumlah terbatas. Tujuannya adalah:

  • Memastikan fungsionalitas, kualitas, dan keselamatan produk.
  • Mendapatkan persetujuan desain dan spesifikasi sebelum dilanjutkan ke produksi skala lebih besar.

Prototipe juga dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik dari pengguna atau klien.

3. New Product Introduction (NPI)

New Product Introduction (NPI) merupakan tahap transisi dari pengembangan produk ke produksi skala besar. Proses ini mencakup:

  • Pengembangan proses manufaktur.
  • Pengaturan lini produksi dan penetapan standar kualitas.
  • Pengujian dalam jumlah terbatas untuk memastikan konsistensi kualitas.

NPI biasanya terdiri dari dua sub-tahap:

  • Pilot Production: Produksi terbatas untuk menguji kesiapan manufaktur.
  • Pre-Production: Produksi dalam skala lebih besar namun belum mencapai kapasitas penuh.

4. Design Validation Test (DVT) / Product Validation Test (PVT)

Sebelum memasuki produksi massal, perlu dilakukan tahap pengujian akhir yang dikenal sebagai Design Validation Test (DVT) atau Product Validation Test (PVT). Tujuan utama dari tahap ini adalah:

  • Memastikan bahwa produk dapat diproduksi dengan kualitas yang konsisten.
  • Mengidentifikasi potensi masalah yang mungkin muncul pada produksi skala besar.
  • Menguji stabilitas desain dan proses manufaktur dalam kondisi nyata.

Tahap ini umumnya melibatkan produksi dalam jumlah terbatas dengan standar produksi massal untuk memastikan bahwa proses manufaktur siap dijalankan secara penuh.

5. Mass Production (Produksi Massal)

Tahap produksi massal adalah proses produksi dalam skala penuh untuk memenuhi permintaan pasar. Ciri-cirinya meliputi:

  • Proses manufaktur yang stabil dan efisien.
  • Konsistensi dalam kualitas produk.
  • Fokus pada pengurangan biaya produksi dan pemenuhan permintaan konsumen.

5. Sustaining Production (Perawatan Produksi)

Setelah mencapai produksi massal, proses ini perlu dipertahankan agar tetap berjalan lancar. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

  • Perbaikan berkelanjutan.
  • Peningkatan efisiensi.
  • Pengelolaan masalah produksi yang mungkin muncul.

6. End of Life (EOL)

Tahap ini merupakan penghentian produksi suatu produk. Aktivitas yang dilakukan termasuk:

  • Mengelola stok yang tersisa.
  • Memberikan layanan purna jual kepada konsumen.
  • Melakukan perencanaan transisi ke produk baru.

Mengikuti tahapan produksi dengan benar mulai dari ER, NPI, PVT hingga Mass Production sangat penting untuk memastikan produk yang berkualitas dan proses produksi yang efisien. Dengan pemahaman yang tepat, perusahaan dapat mengurangi biaya, meningkatkan kualitas produk, dan mencapai kepuasan pelanggan.

The post Tahapan Produksi: ER, NPI, PVT hingga Mass Production dalam Industri Manufaktur appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


Viewing all 155 articles
Browse latest View live