Quantcast
Channel: Manajemen Produksi Elektronika
Viewing all 155 articles
Browse latest View live

Pengertian Manajemen Waktu (Time Management)

$
0
0

Pengertian Manajemen Waktu (Time Management) – Setiap orang memiliki waktu 24 jam dalam setiap harinya, tidak ada yang lebih maupun kurang. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa ada orang yang dapat melakukan banyak hal dalam waktu 24 jam ini, tetapi ada juga yang selalu mengeluh kekurangan waktu. Ya, ini semua sebenarnya tergantung pada kemampuan kita dalam mengelola dan mengatur waktu atau sering disebut dengan Manajemen Waktu. Dalam bahasa Inggris, Manajemen Waktu dikenal dengan istilah “TIME MANAGEMENT”.

Apa yang dimaksud dengan Manajemen Waktu ?

Time Management atau Manajemen Waktu pada dasarnya adalah kemampuan kita dalam merencanakan, mengorganisasikan dan mengaturkan waktu yang akan dihabiskan untuk melakukan kegiatan tertentu secara efektif  demi untuk mencapai Tujuan kita.

Dalam Manajemen waktu, diperlukan tekad kita dalam mengikuti semua perencanaan dan tidak boleh menyia-yiakan waktu meskipun waktu yang singkat. Kegagalan yang sering terjadi dalam manajemen waktu adalah kebiasaan-kebiasaan buruk seperti suka menunda-nunda pekerjaan dan kurangnya kontrol diri. Beberapa kegiatan penting yang berkaitan dengan Manajemen Waktu diantaranya seperti perencanaan untuk masa depan, menetapkan tujuan yang akan dicapai, memprioritaskan tugas-tugas dan juga memantau waktu-waktu yang telah dialokasikan sehingga dapat diselesaikan tepat waktu sesuai dengan tempo waktu yang ditentukan.

Sistem Manajemen Waktu atau Time Management merupakan kombinasi dari berbagai perancangan proses, alat, metode maupun teknik. Dalam menyelesaikan Proyek tertentu, Manajemen waktu merupakan suatu keharusan karena Manajemen Waktu ini menentukan kapan suatu proyek akan dimulai dan kapan pula proyek tersebut harus diselesaikan.  Dalam perihal penyelesaian Proyek, kita dapat menggunakan Gantt Chart dalam perencanaan dan pemantauan proyek yang akan dimulai atau yang sedang berjalan.

Pada awalnya Manajemen Waktu hanya diterapkan pada pekerjaan atau usaha dalam menyelesaikan Proyek-proyek yang berkaitan dengan bisnis. Namun saat ini, Manajemen waktu telah diperluas cakupannya hingga pada kehidupan pribadi kita sendiri.

Dalam kehidupan pribadi, Manajemen Waktu tentunya bukan semua waktu kita semata-mata dialokasikan untuk bekerja dan pencapaian tujuan. Tetapi juga ada waktu yang direncanakan untuk beristirahat, berkencan dengan keluarga, berkumpul dengan sahabat serta waktu-waktu untuk rekreasi atau refreshing.

Jika kita dapat mengelola waktu dengan baik, maka kita akan mendapatkan beberapa keuntungan sebagai berikut ini :

  • Mencapai Produktivitas dan Efisiensi yang lebih besar
  • Memiliki reputasi professional yang lebih baik
  • Tekanan atau Stress akan berkurang
  • Meningkatkan peluang dalam mencapai kesuksesan
  • Memiliki keseimbangan dalam kehidupan
  • Kesempatan karir yang lebih baik

Tetapi sebaliknya, Manajemen Waktu yang buruk akan mengakibatkan konsekuensi sebagai berikut  :

  • Melewati batas waktu yang ditentukan (deadlines)
  • Work flow atau alur kerja yang kurang efisien
  • Kualitas kerja yang buruk
  • Memiliki Reputasi profesional yang negatif
  • Meningkatkan Stress atau tekanan kerja maupun kehidupan sehari-hari
  • Ketidakseimbangan kehidupan akan terjadi
  • Kesempatan karir yang stagnan atau mungkin akan menurun

Sesuatu yang perlu kita ketahui, Sibuk bukan berarti efektif. Terkadang, seseorang yang sangat sibuk tetapi hasil yang dicapainya sangatlah kurang. Hal ini dikarena kemampuan Manajemen Waktu yang buruk sehingga pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya tidak sesuai dengan batas waktu yang diharapkannya. Oleh karena itu, salah satu kunci kesuksesan pribadi maupun bisnis adalah bagaimana kita mengelola waktu kita sebagai salah satu sumber daya yang terbatas ini untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat tanpa menyia-nyiakan waktu sedikitpun.

Baca juga : Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time)

The post Pengertian Manajemen Waktu (Time Management) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


7 Alat Manajemen dan Perencanaan

$
0
0

7 Alat Manajemen dan Perencanaan – Pada tahun 1976, sebuah organisasi yang bernama Union of Japanese Scientists and Engineers (JUSE) yaitu organisasi yang terdiri dari gabungan para ilmuwan dan Insinyur Jepang melihat perlu adanya alat-alat untuk mempromosikan Inovasi,  memperlancar komunikasi dan mendukung keberhasilan perencanaan proyek-proyek besar. Sebuah Team yang ditugaskan untuk melakukan penelitian ini kemudian mengembangkan Tujuh alat Pengendalian Kualitas baru yang dikenal dengan Tujuh Alat Manajemen dan Perencanaan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Seven Management and Planning Tools (7 MP Tools) atau hanya disebut dengan Seven Management Tools. Tidak semua dari 7 Alat Manajemen dan Perencanaan ini adalah baru, namun para Tim peneliti JUSE inilah yang pertama kali mengumpulkan dan memperkenalkan alat-alat tersebut.

7 Alat Manajemen dan Perencanaan (Seven Management dan Planning Tools) ini diantaranya adalah :

Affinity Diagram (Diagram Afinitas)

Affinity Diagram ini digunakan untuk melakukan pengumpulan ide-ide, masalah, opini dan gagasan yang berjumlah besar kemudian mengelompokannya sesuai dengan hubungan alamiahnya. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang Antropologi Jepang yang bernama Kawakita Jiro pada tahun 1960-an sehingga Affinity Diagram juga dikenal sebagai Metode KJ. Pengumpulan ide-ide, masalah, gagasan maupun opini ini dilakukan dengan cara Brainstorming (curah pendapat). Affinity Diagram

Relations Diagram (Diagram Hubungan)

Relations Diagram atau Diagram Hubungan adalah alat yang digunakan untuk menunjukan hubungan sebab akibat yang saling terkait dan faktor-faktor yang terlibat dari berbagai masalah yang kompleks. Relations Diagram ini juga dapat membantu kita dalam menganalisis hubungan alamiah di antara berbagai aspek yang berbeda dari suatu situasi yang kompleks. Relations Diagram (Diagram Hubungan) juga disebut dengan Network Diagram (Diagram Jaringan Kerja). Relation Diagram (Diagram Hubungan)

Tree Diagram (Diagram Pohon)

Tree Diagram atau Diagram Pohon adalah suatu alat yang digunakan untuk memecahkan masalah atau kategori yang luas menjadi tingkatan atau sub-komponen yang lebih rinci dan detail. Tree Diagram merincikan suatu keadaan umum menjadi lebih spesifik. Tree Diagram ini dikenal juga dengan nama Systematic Diagram (Diagram Sistematik) atau Hierarchy Diagram (Diagram Hirarki). Tree Diagram

Matrix Diagram

Matrix Diagram menunjukan hubungan antara 2, 3 atau 4 kelompok informasi sehingga dapat memberikan informasi tentang kondisi hubungan tersebut seperti kekuatan hubungan, pengukuran dan peranan dari berbagai individu.

Matrix DiagramMatrix Data Analysis Chart

Matrix Data Analysis Chart merupakan alat yang digunakan untuk megambilkan data yang ditampilkan dalam diagram X,Y standar sehingga lebih mudah untuk menunjukan kekuatan hubungan antar variable yang dibandingkan.  Matrix Analisis Data membantu kita dalam mengklasifikasikan Item-item dengan cara meng-identifikasikan 2 karakteristik utama yang umum (common) dengan semua Item yang diteliti.

Alat ini sering digantikan oleh Prioritization Matrix. Matrix Data Analysis Chart

Arrow Diagram (Diagram Panah)

Arrow Diagram digunakan dalam menunjukan urutan tugas yang harus dikerjakan dalam suatu proyek , rentang waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas, perencanaan jadwal keseluruhan proyek dan kemungkinan masalah-masalah yang akan muncul serta solusi-solusi untuk permasalahan tersebut. Arrow Diagram ini juga sering disebut dengan Activity Network Diagram. Arrow Diagram

Process Decision Program Chart (PDPC)

Process Decision Program Chart atau PDPC ini merupakan alat perencanaan yang digunakan untuk merincikan tugas-tugas ke dalam bentuk Hirarki atau Diagram Pohon (Tree Diagram). Process Decision Program Chart (PDPC) mengidentifikasikan resiko, konsekuensi kegagalan dan tindak kontigensi yang harus dilakukan.Process Decision Program Chart

The post 7 Alat Manajemen dan Perencanaan appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Sistem Produksi Lean Manufacturing

$
0
0

Pengertian Sistem Produksi Lean Manufacturing – Lean Manufacturing adalah suatu upaya untuk menghilangkan pemborosan (waste) dalam produksi, meningkatkan nilai tambah pada suatu produk serta memberikan nilai kepada kepada pelanggan yang dilakukan secara terus menerus (continuously Improvement) oleh suatu Industri manufaktur (pabrik).

Tujuan dasar dari suatu bisnis industri manufaktur  tentunya adalah mencapai laba dalam jangka panjang agar keberadaan atau eksistensi perusahaan tersebut tetap dapat berlangsung. Untuk mencapai Laba yang sifatnya jangka panjang, perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa hal dibawah ini yang dikenal juga dengan konsep QCDS :

  1. Memproduksi produk yang berkualitas tinggi secara konsisten dan terunggul di kelasnya (Quality).
  2. Memastikan biaya produksinya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya (Cost).
  3. Pengiriman yang tepat waktu  (Delivery).
  4. Memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya (Service).

Lean Manufacturing dapat membantu perusahaan agar tetap dapat bersaing dengan cara meningkatkan pelayanan terbaik bagi pelanggan dan berupaya untuk mengurangi biaya produksinya secara terus menerus.

Dulu, produsen membuat suatu produk dan membebankannya kepada pelanggan (customer), dapat ditulis dalam rumus berikut ini :

Biaya + Laba = Harga Jual Produk

Artinya, Harga Jual suatu Produk ditentukan oleh Biaya produksinya ditambah dengan seberapa besar laba yang diinginkan oleh Produsen.

Tetapi apa yang terjadi pada saat ini adalah kebalikannya,  Produsen harus mengurangi biaya produksinya untuk mendapatkan laba yang diinginkannya. Penulisan rumusnya seperti dibawah ini:

Harga Jual Produk – Biaya = Laba 

Artinya, Harga Jual suatu produk dikurangi biaya produksinya itulah Laba yang dapat diperoleh oleh Produsen.

3 Prinsip dan 6 Strategi Lean Manufacturing

Terdapat 3 Prinsip dan 6 Strategi dalam penerapan Lean Manufacturing di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri perakitan Elektronik.

3 Prinsip Lean Manufacturing

1. Prinsip Medefinisikan Nilai Produk (Define Value Principle)

Mendefinisikan Nilai suatu produk berdasarkan pandangan dan perspektif pelanggan melalui konsep QCDS + PME (Quality Cost Delivery, Service + Productivity, Motivation and Environment)

Dalam prinsip peng-definisian Nilai suatu produk, perlu melakukan proses Value Stream identification yaitu  melakukan identifikasi terhadap Nilai-nilai yang terkandung dalam aliran proses mulai dari Supplier (pemasok) sampai ke Customer (pelanggan). Dari Identifikasi aliran proses tersebut kita dapat mengetahui mana proses atau pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dan kepuasan pelanggan.

2. Prinsip Menghilangkan Pemborosan (Waste Elimination Principle)

Pemborosan adalah suatu pekerjaan ataupun proses yang tidak memberikan Nilai Tambah terhadap produk dan kepuasan pelanggan. Untuk lebih jelasnya anda dapat melihat artikel 7 Waste yang harus dihindari dalam Produksi.

3. Prinsip Pendukungan Karyawan (Support the Workers Principle)

Memberikan pengetahuan tentang alat-alat (tools) yang diperlukan untuk melaksanakan Lean Manufacturing dan pelatihan yang memadai kepada karyawan-karyawati dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan Karyawanlah yang merupakan orang yang langsung berhadapan dengan pekerjaan penerapan Lean Manufacturing dan merekalah yang menjalankan operasional harian produksi dalam suatu industri.

6 Strategi Lean Manufacturing

1. Pull System Strategy (Strategi Sistem Tarik)

Yaitu Sistem penarikan material saat diperlukan saja, tujuan dari Pull system ini adalah untuk meningkatkan fleksibilitas dan dapat merespon dengan cepat kebutuhan pelanggan serta menghindari pemborosan yang akan terjadi.

2. Quality Assurance Strategy (Strategi Penjaminan Kualitas)

Dalam Lean Manufacturing, Kualitas adalah dibangun dalam proses produksinya. Dengan kata lain, produksi sendirilah yang harus menjamin kualitas produk itu sendiri. Beberapa Teknik dan metodologi yang dapat dipakai dalam menjamin kualitas dalam produksi diantaranya adalah Metodologi Six Sigma dan Konsep dasar Kualitas yaitu Jangan Menerima barang Reject, Jangan Membuat  Reject dan Jangan melewatkan Reject.

3. Plan Layout & Work assignment Strategy (Strategi Perencanaan Layout & Pembagian Tugas)

Yaitu strategi dalam merencanakan Layout produksi agar dapat mengurangi pemborosan (waste) dalam proses serta pembagian tugas yang jelas pada masing-masing prosesnya.

4. Continous Improvement (KAIZEN) Strategy (Strategi Peningkatan yang berkesinambungan)

Melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap proses secara terus menerus dalam segala aspek seperti mengurangi pemborosan (waste), meningkatkan keselamatan kerja ataupun pengurangan biaya produksi. Kebudayaan Kaizen (Peningkatan yang berkesinambungan) ini harus diterapkan ke semua level karyawan di perusahaan.

5. Decision Making Strategy (Strategi Pengambilan Keputusan)

Pengambilan Keputusan yang benar merupakan hal yang sangat penting dalam menjalankan peningkatan proses yang terus menerus. Contohnya Keputusan-keputusan dalam mengubah Layout produksi,  penggunaan peralatan kerja maupun penentuan pembagian tugas. Pengambilan keputusan yang dianjurkan dalam Lean Manufacturing adalah pengambilan keputusan secar mufakat yang artinya dapat didukung oleh semua pihak yang berkaitan dengan penerapan Lean Manufacturing dalam suatu Industri.

6. Supplier Partnering Strategy (Strategi kerjasama dengan Pemasok)

Supplier atau pemasok merupakan salah satu pihak yang terpenting dalam memberikan dukungan dalam menjalankan Lean Manufacturing disebuah perusahaan seperti memberikan dukungan dalam pengiriman yang tepat waktu, menyediakan material (bahan produksi)  yang berkualitas tinggi atau bebas dari kerusakan. Supplier (pemasok) harus dianggap sebagai bagian dari perusahaan yang menerapkan Lean Manufacturing sehingga diperlukan pengembangan dan pelatihan terhadap suppliernya.

The post Pengertian Sistem Produksi Lean Manufacturing appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

$
0
0

Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) – Alat Pemadam Api Ringan (Fire Extinguisher) yang biasanya disingkat dengan APAR adalah alat yang digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan asset perusahaannya.

Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Berdasarkan Bahan pemadam api yang digunakan, APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis. Diantaranya terdapat 4 jenis APAR yang paling umum digunakan, yaitu :

1. Alat Pemadam Api (APAR) Jenis Cairan/Water

APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A). Tetapi akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan Instalasi Listrik yang bertegangan (Kebakaran Kelas C).

2. Alat Pemadam Api (APAR) Jenis Busa/Foam (AFFF)

APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak, Alkohol, Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).

3. Alat Pemadam Api (APAR) Jenis Serbuk Kimia/Dry Chemical Powder

APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium dan ammonium sulphate. Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical Powder ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif untuk memadamkan kebakaran di hampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B dan C.

APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan dalam Industri karena akan mengotori dan merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.

4. Alat Pemadam Api (APAR) Jenis Karbon Dioksida/Carbon Dioxide (CO2)

APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya.  APAR Karbon Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang mudah terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).

Jenis-jenis atau Kelas-kelas Kebakaran

Kita perlu mengetahui kelas-kelas kebakaran atau penyebab terjadinya api supaya jenis APAR yang dipergunakan efektif dalam mengendalikan kebakaran tersebut.

Berikut ini adalah Kelas-kelas Kebakaran :

Kebakaran Kelas A

Kebakaran Kelas A merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Plastik, Kain, Kayu, Karet dan lain sebagainya. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas A adalah APAR jenis Cairan (Water), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

Kebakaran Kelas B

Kebakaran Kelas B merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak (Bensin, Solar, Oli), Alkohol, Cat, Solvent, Methanol dan lain sebagainya. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas B adalah  APAR jenis Karbon Diokside (CO2), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

Kebakaran Kelas C

Kebakaran Kelas C merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh Instalasi Listrik yang bertegangan. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas C adalah APAR jenis Karbon Diokside (CO2) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).

Kebakaran Kelas D

Kebakaran Kelas D merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan logam yang mudah terbakar seperti sodium, magnesium, aluminium, lithium dan potassium. Kebakaran Jenis ini perlu APAR khusus dalam memadamkannya.

Kebakaran Kelas K

Kebakaran Kelas K merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh minyak masak (minyak sayur, minyak hewan) ataupun lemak yang biasanya dipergunakan dalam dapur masak. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan Kebakaran Kelas K adalah  APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Karbon Diokside (CO2).

Cara Menggunakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Untuk mempermudah dalam mengingat proses ataupun cara penggunaan Alat Pemadam Api, kita dapat menggunakan singkatan T.A.T.A. yaitu :

  1. TARIK Pin Pengaman (Safety Pin) APAR
  2. ARAHKAN Nozzle atau pangkal selang ke sumber api (area kebakaran)
  3. TEKAN Pemicu untuk menyemprot
  4. AYUNKAN ke seluruh sumber api (area kebakaran)

Dalam bahasa Inggris, singkatan T.A.T.A ini disebut juga dengan P.A.S.S yaitu PULL, AIM, SQUEEZE dan SWEEP.

The post Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

$
0
0

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) – Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang bernomor Per-04/Men/1987, Perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang harus mempunyai Tim P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Peraturan tersebut juga berlaku bagi perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 100 orang tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi dengan risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan sinar radioaktif.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perakitan Elektronika pada umumnya menggunakan Mesin-mesin Produksi yang berisiko terhadap keselamatan kerja dan juga mempergunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksinya sehingga diwajibkan untuk membentuk Tim P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Dalam definisinya, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Dengan adanya pembentukan P2K3 di tempat kerja, diharapkan dapat membantu manajemen perusahaan ataupun pengusaha dalam menerapkan K3 di tempat kerja, menjadi wadah bagi pekerja untuk menyampaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan K3 dan juga sebagai Media kerjasama antara Manajemen perusahaan (Pengusaha) dengan pekerja dalam memecahkan masalah K3 serta untuk mendidik dan memotivasi pekerja mengenai penerapan K3 di tempat kerja.

Dalam Panitia Pembina K3, keanggotan P2K3 harus terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.  Hal yang perlu diperhatikan adalah Sekretaris P2K3 harus merupakan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) dari perusahaan yang bersangkutan dan telah lulus pendidikan AK3 umum oleh Departemen Tenaga kerja & Transmigrasi Republik Indonesia. Sedangkan Ketua merupakan Pengusaha ataupun Pengurus (Manajemen) di tempat Kerja. Anggota P2K3 lainnya dapat terdiri dari wakil departemen ataupun ditunjuk untuk mewakili pekerja dan Manajemen.

Tugas Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-04/MEN/1987 pasal 4 adalah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk melaksanakan Tugas tersebut, P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) harus melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

  1. Mengadakan Pertemuan/rapat rutin P2K3
  2. Membantu dalam penyusunan program kerja K3 di tempat kerja
  3. Melaksanakan kegiatan identifikasi bahaya seperti Inspeksi, audit dan monitoring
  4. Menerima dan menindaklanjuti permasalahan K3 yang disampaikan oleh pekerja
  5. Mengadakan Kegiatan penyuluhan atau pelatihan K3 kepada tenaga kerja
  6. Berpartisipasi dalam kegiatan penyelidikan kecelakaan kerja.
  7. Membuat laporan hasil kegiatan P2K3 kepada pihak Internal ataupun Eksternal perusahaan
  8. Membahas kegiatan atau kinerja pelaksanaan program-program K3.

The post Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) dan Jenis-jenisnya

$
0
0

Alat Pelindung Diri (APD) untuk K3 – Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Protective Equipment adalah alat-alat atau perlengkapan yang wajib digunakan untuk melindungi dan menjaga keselamatan pekerja saat melakukan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya atau resiko kecelakaan kerja. Alat-alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya dan resiko pekerjaannya sehingga efektif melindungi pekerja sebagai penggunanya.

Di dalam Perusahaan Manufakturing terutama yang bergerak dalam Produksi Perakitan Elektronika, beberapa resiko pekerjaan yang berpotensi membahayakan keselamatan dan kesehatan serta berpotensi menimbulkan kecelakan kerja antara lain proses menyolder, proses pemotongan kaki Komponen Elektronika, proses penggunaan bahan-bahan kimia, suara-suara yang timbul akibat mesin produksi, pembuangan limbah dan kegiatan pemindahan bahan-bahan produksi. Oleh karena itu, pekerja-pekerja yang mengerjakan proses tersebut memerlukan perlengkapan atau alat untuk melindungi dirinya sehingga mengurangi resiko bahaya dan kecelakaan kerja. Alat Pelindung Diri atau APD ini merupakan salah satu syarat penting dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau SMK3.

Alat Pelindung Diri (APD) dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

  1. Alat Pelindung Kepala antara lain : Helmet (Topi Pengaman), Safety Glass (Kacamata Pengaman), Masker, Respirator, Ear Plugs (Penutup Telinga).
  2. Alat Pelindung Badan antara lain : Apron, Jas Laboratorium
  3. Alat Pelindung Anggota Badan diantaranya adalah : Sepatu Pelindung (Safety Shoes/Boot), Sarung Tangan (Hand Gloves).

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Berikut ini adalah Alat-alat Pelindung Diri (APD) yang sering digunakan dalam Produksi Elektronika.

1. Alat Pelindung Kepala

alat pelindung kepala

1.1. Topi Pelindung (Safety Helmet)

Helmet atau Topi Pelindung digunakan untuk melindungi Kepala dari paparan bahaya seperti kejatuhan benda ataupun paparan bahaya aliran listrik. Pemakaian Topi Pelindung (Safety Helmet) harus sesuai dengan lingkar kepala sehingga nyaman dan efektif melindungi pemakainya. Di Produksi Elektronika, Topi pelindung biasanya digunakan oleh Teknisi Mesin dan Petugas Gudang.

Terdapat 3 Jenis Helmet berdasarkan perlindungannya terhadap listrik, yaitu:

  1.  Helmet Tipe General (G) yang dapat melindungi kepala dari terbentur dan kejatuhan benda serta mengurangi paparan bahaya aliran listrik yang bertegangan rendah hingga 2.200 Volt
  2.  Helmet Tipe Electrical (E) yang dapat melindungi kepala dari terbentur dan kejatuhan benda serta mengurangi paparan bahaya aliran listrik yang bertegangan tinggi hingga 22.000 Volt
  3. Helmet Tipe Conductive (C) yang hanya dapat melindungi kepala dari terbentur dan kejatuhan benda tetapi tidak melindungi kepala dari paparan bahaya aliran listrik.

1.2. Kacamata Pelindung (Safety Glass)

Kacamata Pelindung adalah alat yang digunakan untuk melindungi mata dari bahaya loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil, mengurangi sinar yang menyilaukan serta percikan bahan kimia. Kacamata Pelindung terdiri dari 2 Jenis yaitu :

  1. Safety Spectacles, berbentuk Kacamata biasa dan hanya dapat melindungi mata dari bahaya loncatan benda tajam, debu, partikel-partikel kecil dan mengurangi sinar yang menyilaukan. Biasanya dipakai pada Proses menyolder dan Proses pemotongan Kaki Komponen.
  2. Safety Goggles, Kacamata yang bentuknya menempel tepat pada muka. Dengan Safety Goggles, mata dapat terlindung dari bahaya percikan bahan kimia, asap, uap, debu dan loncatan benda tajam. Biasanya dipakai oleh Teknisi Mesin Produksi.

1.3. Penyumbat Telinga (Ear Plug)

Penyumbat Telinga atau Ear Plug digunakan untuk melindungi alat pendengaran yaitu telinga dari Intensitas Suara yang tinggi. Dengan menggunakan Ear Plug, Intensitas Suara dapat dikurangi hingga 10 ~ 15 dB. Ear Plug biasanya digunakan oleh Pekerja yang bekerja di daerah produksi yang memiliki suara mesin tinggi seperti SMT (Surface Mount Technology) ataupun Mesin Produksi lainnya.

1.4. Penutup Telinga (Ear Muff)

Penutup Telinga atau Ear Muff adalah alat yang digunakan untuk melindungi alat pendengaran dari Intensitas Suara yang tinggi. Ear Muff dapat mengurangi intensitas suara hingga 20 ~ 30dB. Ear Muff terdiri dari Head Band dan Ear Cup yang terbuat dari bantalan busa sehingga dapat melindungi bagian luar telinga (daun telinga). Ear Muff sering digunakan oleh Teknisi Mesin dan Generator (Genset).

1.5. Masker

Masker adalah alat yang digunakan untuk melindungi alat-alat pernafasan  seperti Hidung dan Mulut dari resiko bahaya seperti asap solder, debu dan bau bahan kimia yang ringan. Masker biasanya terbuat dari Kain atau Kertas. Masker umumnya dipakai di proses menyolder.

1.6. Respirator

Respirator adalah alat yang digunakan untuk melindungi alat-alat pernafasan   seperti Hidung dan Mulut dari resiko bahaya seperti asap solder, bau bahan kimia, debu, Uap, Gas serta Partikel Mist dan Partikel Fume. Respirator sering dipakai oleh Teknisi Mesin Solder, Operator Pengecatan (Painting) dan Proses bahan Kimia lainnya.

2. Alat Pelindung Badan

apron (celemek), alat pelindung tubuh

2.1. Apron (Celemek)

Apron atau sering disebut dengan Celemek adalah alat pelindung tubuh dari percikan bahan kimia dan suhu panas. Apron atau Celemek sering digunakan dalam proses persiapan bahan-bahan kimia dalam produksi seperti Grease, Oli, Minyak dan Adhesive (perekat).

 

3. Alat Pelindung Anggota Badan

alat pelindung anggota badan

3.1. Sarung Tangan (Hand Glove)

Sarung Tangan adalah perlengkapan yang digunkan untuk melindungi tangan dari kontak bahan kimia, tergores atau lukanya tangan akibat sentuhan dengan benda runcing dan tajam. Sarung Tangan biasanya dipakai pada proses persiapan bahan kimia, pemasangan komponen yang agak tajam, proses pemanasan dan lain sebagainya. Jenis-jenis sarung tangan diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Sarung Tangan Katun (Cotton Gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari tergores, tersayat dan luka ringan.
  2. Sarung Tangan Kulit (Leather Gloves), digunakna untuk melindungi tangan dari tergores, tersayat dan luka ringan.
  3. Sarung Tangan Karet (Rubber Gloves), digunakan untuk melindungi tangan dari kontak dengan bahan kimia seperti Oli, Minyak, Perekat dan Grease.
  4. Sarung Tangan Electrical, digunakan untuk melindungi tangan dari kontak dengan arus listrik yang bertegangan rendah sampai tegangan tinggi.

3.2. Sepatu Pelindung (Safety Shoes)

Sepatu Pelindung atau Safety Shoes adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda, benda-benda tajam seperti kaca ataupun potongan baja, larutan kimia dan aliran listrik. Sepatu Pelindung terdiri dari baja diujungnya dengan dibalut oleh karet yang tidak dapat menghantarkan listrik. Sepatu Pelindung wajib digunakan oleh Teknisi Mesin dan Petugas Gudang.

The post Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) dan Jenis-jenisnya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Daftar Isi Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)

$
0
0

Daftar Isi Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) – Siapapun tidak menginginkan terjadinya kecelakan, tetapi kecelakaan dapat terjadi pada siapa saja. Seperti Definisinya, Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan tidak didugakan tetapi dapat terjadi pada kapan saja dan dimana saja serta dapat menimpa siapa saja. Terjadinya suatu kecelakaan di tempat kerja akan sangat merugikan perusahaan dan tentunya korban kecelakaan itu sendiri, oleh karena itu setiap perusahaan dituntut untuk dapat melakukan tindakan pencegahan agar dapat menghindari terjadinya kecelakaan ataupun mengurangi jumlah kecelakaan sampai di tingkat yang paling rendah.

Tetapi seperti yang dikatakan tadi, Kecelakaan adalah sesuatu kejadian yang tidak dapat diduga kapan akan terjadinya, maka Pertolongan Pertama Pada Kecelakan (P3K) di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting. Salah satu persyaratan ataupun perlengkapan wajib dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja adalah adanya Kotak P3K beserta isinya. Contoh-contoh kecelakaan di Industri Manufaktur yang bergerak dalam produksi perakitan Elektronik antara lain seperti luka bakar karena terkena Soldering Iron, Tersayat oleh pisau saat membuka kotak bahan Produksi, Terjepit oleh Mesin Produksi dan lain sebagainya.

Isi Kotak P3K besertaJumlah yang diperlukannya

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (PERMENAKER) No. PER-15/MEN/VIII/2008 tentang PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA,  Isi Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) yang harus disediakan oleh Perusahaan adalah sebagai berikut :

No. Isi Kotak A Kotak B Kotak C
1 Kasa steril terbungkus 20 40 40
2 Perban (lebar 5 cm) 2 4 6
3 Perban (lebar 10 cm) 2 4 6
4 Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5 Plester Cepat 10 15 20
6 Kapas (25 gram) 1 2 3
7 Kain segitiga/mittela 2 4 6
8 Gunting 1 1 1
9 Peniti 12 12 12
10 Sarung tangan sekali pakai (pasangan) 2 3 4
11 Masker 2 4 6
12 Pinset 1 1 1
13 Lampu senter 1 1 1
14 Gelas untuk cuci mata 1 1 1
15 Kantong plastik bersih 1 2 3
16 Aquades (100 ml larutan Saline) 1 1 1
17 Povidon Iodin (60 ml) 1 1 1
18 Alkohol 70% 1 1 1
19 Buku panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
20 Buku catatan 1 1 1
21 Daftar isi kotak 1 1 1

Keterangan :

  • Isi Kotak A P3K untuk perusahaan yang memiliki 25 orang pekerja atau kurang
  • Isi Kotak B P3K untuk perusahaan yang memiliki 50 orang pekerja atau kurang
  • Isi Kotak C P3K untuk perusahaan yang memiliki 100 orang pekerja atau kurang

Dibawah ini adalah Gambar-gambar perlengkapan yang wajib disediakan dalam Kotak P3K (Isi Kotak P3K) :

Daftar Isi Kotak P3K

Fungsi  dan Cara Penggunaan Obat / Alat dalam Kotak P3K

Setiap Obat ataupun peralatan yang terdapat di dalam Kotak P3K memiliki fungsinya masing-masing dalam memberikan Pertolongan Pertama kepada korban kecelakaan atau korban serangan Penyakit mendadak sebelum datangnya bantuan medis. Berikut ini adalah Fungsi serta cara penggunaan Perlengkapan (Obat/Alat) yang terdapat dalam Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) :

Kasa Steril terbungkus

Kasa Steril digunakan untuk menutupi luka yang telah dibersihkan. Lipat Kasa Steril untuk menyesuaikan ukuran lebar Kasa dengan ukuran Luka, Tutup Luka tersebut dan rekatkan dengan menggunakan Plester.

Perban

Terdapat 2 Ukuran lebar Perban dalam Kotak P3K, diantaranya adalah 5cm dan 10cm. Perban berfungsi untuk membalut luka yang sudah ditutup dengan Kasa Steril dan juga sebagai bantalan menghentikan luka pendarahan.

Plester

Pleaster digunakan dalam Kotak P3K adalah plester yang berukuran 1,25cm yang berfungsi untuk merekatkan luka yang telah ditutupi dengan kasa atau perban.

Plester  Cepat

Plester Cepat digunakan untuk menutupi Luka Kecil. Plester Cepat pada umumnya sudah terdapat Kasa bantalan yang diberi obat luka.Contoh Plester Cepat diantaranya adalah Hansaplast.

Kapas

Kapas dalam Kotak P3K digunakan untuk membersihkan Luka dan juga sebagai bantalan Luka. Setelah membersihkan luka dengan kapas, harus pastikan tidak ada Kapas yang tersisa pada luka.

Kain Segitiga / Mittela

Kain Segitiga atau Mittela digunakan untuk membalut luka pada kepala dan juga dapat digunakan untuk membalut gendongan tangan.

Gunting

Gunting adalah alat yang digunakan untuk menggunting perban, pleaster ataupun yang lainnya agar sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

Peniti

Fungsi Peniti adalah untuk merapikan balutan.

Sarung Tangan sekali pakai (Pasangan)

Sarung Tangan digunakan untuk melindungi tangan petugas P3K agar tidak terjadi Kontak langsung dengan luka korban dan juga untuk melindungi tangan dari bahaya terkena bahan kimia

Masker

Masker digunakan sebagai alat perlindungan terhadap pernafasan untuk petugas P3K sendiri maupun korban. Penggunakan Masker yang baik adalah menutupi hidung dan mulut.

Pinset

Pinset adalah alat yang digunakan untuk mengambil alat steril ataupun benda asing (kotoran) pada Luka.

Lampu Senter

Lampu Senter dipergunakan untuk memperjelas dalam melihat luka ataupun pupil mata korban pingsan. Jika Mata Pupil tetap melebar atau antara pupil kanan dan pupil kiri tidak sama berarti korban benar-benar pingsan, tetapi apabila pupil mata mengecil saat disinari berarti korban masih sadar.

Gelas untuk cuci Mata

Gelas diperlukan untuk mencuci atau membilas mata dari kotoran atau kontak bahan kimia. Tempelkan gelas menutupi mata, buka mata dengan lebar dan gerakkan mata, bilas sampai bersih.

Kantong Plastik Bersih

Kantong Plastik digunakan sebagai tempat untuk menampung bekas-bekas perawatan luka.

Aquades (100ml Larutan Saline)

Aquades dengan larutan Saline digunakan untuk membersihkan kotoran dari Mata dan juga dapat digunakan untuk membersihkan luka.

Povidon Iodin

Povidon Iodin adalah obat antiseptik digunakan untuk mengobati luka tersayat atau tergores yang tidak dalam.  Oleskan Povidon Iodin pada bagian luka. Jenis Obat Povidon Iodin yang sering ditemukan di pasaran diantaranya adalah Betadine.

Alkohol 70%

Alkohol 70% digunakan sebagai antiseptik luka dan juga dapat digunakan sebagai perangsang orang yang pingsan.

Buku Panduan P3K di tempat kerja

Buku yang dipergunakan sebagai panduan dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Isi dari buku tersebut diantaranya adalah cara-cara melakukan pertolongan pertama pada patah tulang, luka bakar, korban keracunan, serangan asthma, korban pingsan, sumbatan nafas, terpapar bahan kimia, Evakuasi Korban dan lain sebagainya.

The post Daftar Isi Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Six Sigma dan 5 Tahapannya

$
0
0

Pengertian Six Sigma dan 5 Tahapannya – Metodologi Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Motorola pada tahun 1987 oleh seorang Engineer yang bernama Bill Smith dan mendapat dukungan sepenuhnya oleh Bob Galvin sebagai CEO Motorola pada saat itu sebagai Strategi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta pengendalian kualitas (Proses Improvement and Quality Control) di perusahaannya.  Six Sigma mulai terkenal dan menjadi Populer di seluruh dunia setelah Jack Welch mempergunakannya sebagai Bisnis Strategi  di General Electric (GE) pada tahun 1995. Secara umum, Six Sigma adalah metodologi yang dipergunakan untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan proses yang berkesinambungan atau terus menerus (Continuous Improvement).

SIX SIGMA berasal dari kata SIX yang berarti enam (6) dan SIGMA yang merupakan satuan dari Standard Deviasi yang juga dilambangkan dengan simbol σ, Six Sigma juga sering di simbolkan menjadi . Makin tinggi Sigma-nya, semakin baik pula kualitasnya. Dengan kata lain, semakin tinggi Sigma-nya semakin rendah pula tingkat kecacatan atau kegagalannya. Seperti Tabel konversi Sigma dibawah ini.

Strategi yang dilakukan oleh Six Sigma adalah :

  • Fokus terhadap Kepuasan dan Kebutuhan Pelanggan (Customer Focused)
  • Menurunkan tingkat kecacatan (Reduce Defect)
  • Berkisar di sekitar Pusat Target (Center around Target)
  • Menurunkan Variasi (Reduce Variation)

Konsep dasar dari Six Sigma sebenarnya berasal dari gabungan Konsep TQM (Total Quality Management) dan Statistical Process Control (SPC) dimana kedua konsep tersebut berasal dari pemikiran-pemikiran para pakar seperti Deming, Ishikawa, Walter Shewhart dan Crossby. Dalam perkembangannya, Six Sigma yang mulanya adalah sebuah metric berkembang menjadi sebuah  Metodologi dan saat ini sudah menjadi sebuah Sistem Manajemen.

Dalam Penerapan Six Sigma, target atas kecacatan atau kegagalan proses dikontrol dalam target 3,4 DPMO (Defects per Million Opportunities  atau Kegagalan per sejuta kesempatan) yang artinya dalam 1 Juta unit produk yang diproduksi hanya ada 3,4 unit yang cacat. Berarti perusahaan memproduksi produk dengan tingkat kepuasan pelanggan mencapai 99,9997%.

tabel konversi sigma

Tingkatan Posisi bagi orang dalam Metodologi Six Sigma adalah :

  1. Champion / Sponsor (Top Management)
  2. Master Black Belt
  3. Black Belt
  4. Green Belt
  5. Team Members (Anggota Team)
  6. Proses Owner (Pemilik atau orang yang mengerjakan proses)

Pengetahuan tentang Statistik wajib dimiliki bagi orang yang menggunakan Metodologi Six Sigma ini terutama pada posisi Green Belt, Black Belt dan Master Black Belt.

Untuk mendapatkan sertifikasi  Green Belt, Black Belt dan Master Black Belt diperlukan pelatihan khusus dan di uji oleh badan penguji seperti ASQ (Amerika Serikat) dan SQI (Singapura).

5 Tahap dalam Six Sigma

Terdapat 5 Tahapan yang dipergunakan Six Sigma dalam penyelesaian masalah dikenal dengan Metode DMAIC , yaitu :

1. DEFINE

Yaitu Tahap pertama dalam Six Sigma untuk mendefinisikan dan menyeleksi permasalahan yang akan diselesaikan beserta Biaya, manfaat dan dampak terhadap Pelanggan (customer)

Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Define ini antara lain :

  1. Function Deployment Process Map
  2. SIPOC Map (Diagram Supplier, Input, Proses, Output dan Customer)
  3. Pareto Chart
  4. FMEA (Failure Mode Effect Analysis)
  5. Affinity Diagram
  6. Relation Diagram
  7. Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause and Effect Matrix) 

2. MEASURE

Measurement adalah Tahapan Pengukuran terhadap Permasalahan yang telah didefinisikan untuk diselesaikan. Dalam tahap ini terdapat Pengambilan data yang kemudian Mengukur Karakteristiknya serta kapabilitas dari proses pada saat ini untuk menentukan langkah apa yang harus diambil untuk melakukan perbaikan dan peningkatan selanjutnya.

Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Measurement adalah :

  1. Cause and Effect Analysis (Fishbone Chart dan Cause and Effect Matrix)
  2. Probability Distributions (Distribusi Probabiliti)
  3. Basic Statistic seperti Mean,  Median dan Modus
  4. Gage Reproducibility and Repeatability (GR&R)
  5. Process Capability 

3. ANALYSIS

Tahapan Analysis adalah tahapan untuk menemukan solusi untuk memecahkan masalah berdasarkan Root Cause (Akar Penyebab) yang telah di-identikasikan. Di dalam Tahapan ini, kita harus dapat menganalisis  dan melakukan validasi terhadap Akar Permasalahan (Root Causes) atau Solusi  melalui pernyataan-pernyataan Hypothesis.

Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Analysis adalah :

  1. Uji Hipotesis (Hypothesis Testing)
  2. Regression
  3. Correlation Analysis
  4. ANOVA (Analysis of Variance)
  5. Multi-Vari Analysis
  6. Contingency Table

 4. IMPROVE

Setelah mendapat Akar Permasalahan dan Solusi serta men-validasi-nya, tahap selanjutnya adalah melakukan tindakan perbaikan terhadap permasalahan tersebut dengan melakukan pengujian dan percobaan untuk dapat meng-optimasi-kan solusi tersebut sehingga benar-benar bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan yang kita alami.

Di Tahap Improvement, alat yang digunakan adalah DOE atau Design of Experiment yang terdiri dari :

  1. Factorial Design
  2. General Full Factorial Design
  3. Fractional Factorial Design

 5. CONTROL

Tujuan dari tahapan Control adalah untuk menetapkan Standarisasi serta mengontrol dan mempertahankan Proses yang telah diperbaiki dan ditingkatkan tersebut dalam jangka panjang dan mencegah potensi permasalahan yang akan terjadi di kemudian hari ataupun ketika ada pergantian proses, tenaga kerja maupun pergantian manajemen.

Alat-alat (Tools) yang digunakan dalam tahapan Control adalah :

  1. Poke Yoke (Mistake Proofing)
  2. Process Control Plan
  3. Process Control Chart

The post Pengertian Six Sigma dan 5 Tahapannya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


Pengertian QC 7 Tools (Tujuh Alat Pengendalian Kualitas)

$
0
0

Pengertian QC 7 Tools (Tujuh Alat Pengendalian Kualitas) – QC 7 tools (QC Seven Tools) atau 7 alat pengendalian kualitas adalah 7 (tujuh) macam alat dan Teknik yang berbentuk Grafik untuk meng-identifikasi dan  menganalisa persoalan/permasalahan yang berkaitan dengan Kualitas dalam produksi. QC 7 tools pertama kali diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa, seorang profersor Engineering di Universitas Tokyo pada tahun 1968 yang juga merupakan Bapak “Quality Circles” (Lingkaran Kualitas).

QC 7 Tools (7 Alat Pengendalian Kualitas)

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai QC 7 Tools atau Tujuh alat Pengendalian  :

Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)

Cause and Effect Diagram dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Diagram Sebab Akibat, Diagram ini digunakan untuk mengidentifikasikan kemungkinan-kemungkinan penyebab dari suatu permasalahan. Cause and Effect Diagram dikenal juga dengan Ishikawa Chart, ada juga yang menyebutnya sebagai Fishbone Chart karena bentuknya seperti “Tulang Ikan”.

Check Sheet (Lembar Periksa)

Suatu struktur format (berbentuk document) yang disediakan untuk mengumpulkan data (collection data) secara real time pada lokasi dimana data tersebut dihasilkan. Data tersebut dapat berupa Kuantitatif atau Kualitatif. Check Sheet merupakan alat umum yang sering  dipergunakan untuk berbagai keperluan.

Control Chart (Peta Kendali)

Control Chart atau Peta Kendali adalah Grafik yang digunakan untuk mempelajari perubahan proses dari waktu ke waktu. Biasanya dalam Control Chart terdapat batas tertinggi (upper limit) dan terendah (lower limit).

Histogram

Histogram merupakan Grafik yang menunjukkan distribusi frequency atau seberapa sering suatu nilai itu terjadi dalam kegiatan pengambilan data.

Scatter Diagram (Diagram Tebar)

Scatter Diagram atau disebut juga dengan  Grafik X-Y (X-Y Graph), merupakan sepasang data numberic  (X dan Y) dengan 1 variabel di masing-masing axis untuk mengetahui hubungan-hubungan antara mereka.

Pareto Diagram

Grafik yang berbentuk batang untuk menunjukkan faktor mana yang lebih signifikan. Pareto Chart merupakan salah satu alat dari QC 7 tools yang paling sering digunakan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dari urutan paling banyak (paling sering terjadi) sampai ke urutan paling sedikit (paling jarang terjadi).

Stratification (Stratifikasi)

Stratifikasi dalam QC 7 Tools adalah adalah Pembagian dan Pengelompokan Data ke kategori-kategori yang lebih kecil dan mempunyai karakteristik yang sama. Tujuan dari Stratification (Stratifikasi) adalah untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab pada suatu permasalahan.

The post Pengertian QC 7 Tools (Tujuh Alat Pengendalian Kualitas) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian QCDS (Quality, Cost, Delivery dan Service)

$
0
0

Pengertian QCDS (Quality, Cost, Delivery dan Service) – Kepanjangan dari QCDS adalah Quality, Cost, Delivery dan Service, hampir setiap perusahaan terutama perusahaan Manufakturing menerapkan konsep QCDS ini agar dapat bersaing dan mengungguli perusahaan saingannya.

Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang QCDS :

Quality (Best Quality)

Quality atau dalam bahasa Indonesia adalah Mutu atau juga disebut Kualitas merupakah hal yang sangat penting dalam produksi. Quality atau Kualitas adalah penilaian terhadap produk yang bebas dari Kesalahan produksi dan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh Pelanggan (customer). Di Perusahaan-perusahaan produksi perakitan elektronik sering menampilkan slogan-slogan Quality/Kualitas sebagai salah satu cara untuk mempromosikan diri seperti “Quality First”, “Zero Defect” dan lain sebagainya. Kualitas produksi sangat penting dalam memberikan kepercayaan Pelanggan (customer) terhadap hasil produksi kita.

Cost (Competitive Cost)

Cost adalah biaya atau ongkos produksi yang dapat bersaing dengan perusahaan atau produk saingannya. Perusahaan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi agar memenuhi permintaan harga dari Pelanggan (Customer).

Delivery (On-Time Delivery)

Delivery yang dimaksud di sini adalah ketepatan waktu dalam pengiriman hasil produksi kita. Di Zaman sekarang, kecepatan dalam pengiriman dapat menentukan keberhasilan suatu produk. Kesabaran tunggu pelanggan sangat terbatas, karena produk yang kita hasil belum tentu merupakan satu-satunya di dunia. Jika dalam waktu tertentu kita tidak bisa menyediakan produk yang ingin kita pasarkan, Pelanggan bisa saja menggantikan dengan produk lain.

Contoh : Biasanya saat tahun baru akan banyak permintaan terhadap mobil, Jika pelanggan memesankannya 2 hari sebelum Tahun baru harus mendapatkan mobil tersebut tetapi kita tidak bisa menyanggupinya. Maka pelanggan tersebut akan mempertimbangkan merek lain sebagai penggantinya. Maka kita akan kehilangan Bisnis dari Pelanggan tersebut.

Service (Quick Service and Response)

Service adalah layanan kita terhadap permintaan-permintaan pelanggan dengan respon yang cepat. Semua orang berharap dilayani dengan cepat agar kebutuhannya dapat dipenuhi dengan segera dan keluhan-keluhannya dapat ditangani dengan segera.

Contoh : Jika seorang pelanggan membeli produk kita terdapat cacat produksi dan mengeluh (Complain) ke kita. Dengan segera kita melakukan penyelidikan dan memberikan respon yang positif seperti keinginan kita untuk menggantikan unit yang baru atau melakukan perbaikan gratis serta memberikan souvenir permintaan maaf. Maka kemungkinan besar pelanggan tersebut akan tetap menggunakan produk kita ataupun mempromosikan kepada orang lain.

“UNTUK MEMBANGUN SEBUAH NAMA BAIK PERUSAHAAN (MEREK) DIPERLUKAN USAHA YANG BERTAHUN-TAHUN, TETAPI UNTUK MEMUSNAHKANNYA HANYA PERLU WAKTU HITUNGAN MENIT”

The post Pengertian QCDS (Quality, Cost, Delivery dan Service) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Bentuk-bentuk Solder Defect (Cacat Solder) dalam Proses Menyolder

$
0
0

Bentuk-bentuk Solder Defect (Cacat Solder) dalam Proses Menyolder – Dalam Industri Perakitan Produk Elektronik, Proses Menyolder merupakan proses yang wajib dalam merakit produk Elektronik. Apapun itu produk Elektronik-nya, pasti terdapat penyambungan kaki komponen dengan PCB (Printed Circuit Board / Papan Sirkuit terpadu) atau penyambungan kaki komponen dengan kaki komponen lainnya dengan menggunakan timah, proses tersebut disebut dengan “Proses Menyolder”.

Pekerjaan menyolder (Soldering) dapat dikerjakan dengan manual (tenaga kerja manusia) maupun menggunakan Mesin seperti Mesin Solder dan Reflow Oven untuk proses SMT. Dalam melakukan proses menyolder baik dengan menggunakan Tenaga Manusia maupun Mesin, kadang-kadang akan terdapat cacat solder (solder defect) atau kondisi bentuk solder yang tidak memenuhi Standar Kualitas Solder. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui cara untuk menyolder dengan baik dan benar serta memiliki kemampuan dalam melakukan trouble-shooting (menganalisis dan memecahkan masalah) terhadap  mesin yang melakukan proses penyolderan.

Berikut ini merupakan beberapa bentuk solder yang tidak memenuhi standar kualitas solder atau Cacat Solder (Solder Defect) yang paling sering ditemukan dalam produksi :

1. Solder Short (Solder yang terhubung)

Solder Short atau disebut juga dengan solder bridge adalah kondisi hasil solder dimana terdapat hubungan konduktif yang tidak diinginkan antara kaki komponen maupun jalur PCB.

2. No Solder (Tidak ada solder)

No solder atau juga disebut dengan Solder Skip adalah kondisi dimana kaki komponen tidak  terdapat solder sama sekali.

3. Solder Blow Hole (Solder berlubang)

Solder Blow Hole adalah kondisi solder dimana terdapat lubang kecil yang terlihat pada hasil solder kaki komponen maupun PCB.

4. Solder Whisker (Solder Flag)

Solder Whisker atau solder Flag adalah tonjolan solder yang tidak diinginkan (bentuknya seperti bendera, oleh karena itu disebut dengan solder Flag).

5. Solder Ball (Bola solder)

Solder yang berbentuk bola (bulat), yang tertempel di permukaan PCB maupun kaki komponen tetapi tidak menyatu dengan solder kaki komponen maupun PCB.

6. Excessive Solder (Solder yang berlebihan)

Excessive solder adalah solder yang berlebihan di kaki komponen maupun PCB.

7. Insufficient Solder (Kekurangan Solder)

Insufficient Solder adalah  kondisi solder yang kurang atau tidak mencukupi.

The post Bentuk-bentuk Solder Defect (Cacat Solder) dalam Proses Menyolder appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Alat-alat Ukur untuk Pengendalian ESD (ESD Control)

$
0
0

Alat-alat Ukur untuk Pengendalian ESD (ESD Control) – Untuk mengetahui apakah setiap persyaratan tentang ESD control sudah sesuai dengan spesifikasi, maka diperlukan alat untuk mengukur kelayakan daerah kerja, peralatan dan perlengkapan kerja. Alat ukur yang dipergunakan juga berbeda-beda tergantung alat apa dan ketentuan apa yang harus diukur. Pengukuran terhadap ESD harus dilakukan secara rutin dan berkala sesuai dengan periode yang ditentukan. Hal ini diperlukan karena dapat mendeteksi lebih awal terhadap kerusakkan terhadap peralatan dan perlengkapan kerja produksi terutama terhadap pengaruh ESD yang dapat merusak komponen elektronik yang sensitif.

Alat-alat Ukur untuk Pengendalian ESD

Berikut ini penjelasan singkat mengenai beberapa peralatan yang dipakai untuk untuk mengukur dan memastikan ESD control berjalan dengan baik dan benar :

WRIST TRAP CHECKER

Alat ini dipergunakan untuk memastikan apakah Wrist trap yang digunakan untuk meng-grounding-kan tubuh manusia ke Grounding ini dapat berfungsi dengan baik.

Berikut ini Cara penggunaannya :

  1. Pakailah Wrist Trap
  2. Jepitkan Wrist Trap (bagian yang dijepitkan ke Grounding) ke Kabel Wrist Trap tester
  3. Tekan Tombol besar yang terbuat dari besi (bahan penghantar listrik/konduktif)
  4. Jika Wrist trap dalam kondisi baik, maka lampu hijau akan menyala.
    Jika Wrist trap dalam kondisi rusak, maka lampu merah (Low atau High) akan menyala.

Alat Wrist Trap Checker ini sebenarnya adalah alat untuk mengukur hambatan listrik dalam 3 penggolongan yaitu Low (rendah), Good (baik) dan High (Tinggi). Sebagai contoh Wrist Trap checker model Hakko 498, spesifikasi hambatan listrik dalam pengukurannya adalah :

  • Low (rendah)     : dibawah 800 kilo Ohm
  • Good (baik)        : diantara 800 kilo Ohm sampai 9 Mega Ohm
  • High (tinggi)        : diatas 9 Mega Ohm

Untuk memastikan kondisi wrist trap selalu dalam kondisi baik biasanya dilakukan pengukuran 2 kali sehari atau 2 kali dalam satu shift.

MEGA OHM TESTER

Alat ini digunakan untuk memastikan Antistatic Mate yang digunakan untuk alas meja ataupun rak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini dikarenakan Antistatic yang digunakan dalam waktu yang cukup permukaannya akan menjadi rusak atau tertutup kotoran sehingga diperlukan pemeriksaan yang rutin. Dalam pengukuran, diperlukan alat tambahan yaitu pemberat yang terbuat dari bahan konduktif (bahan penghantar listrik seperti  kuningan atau besi) dengan diameter sekitar 20cm dan berat sekita 1 sampai 3 kilogram. Biasanya frekuensi pengukuran adalah sebulan sekali.

Cara penggunaanya adalah sebagai berikut :
(Contoh model Hioki MegaOhm Tester 3490)

  1. Letakkan Pemberat diatas permukaan Antistatic Mate
  2. Setting Saklar (switch) pengukuran ke 250V
  3. Jepitkan Kabel Negatif (Hitam) ke Titik Ground (Grounding Point)
  4. Tusukkan Pin Probe Kabel Positif (Merah) ke pemberat
  5. Tarik Panel Pengukur (“MEASURE”)
  6. Lihat Hasilnya.

Di alat ukur Hioki MegaOhm Tester 3490, memiliki 3 pilihan Voltage yang harus disesuaikan dengan nilai isolasi yang akan diukur. Pilihan Voltage 250VDC dan 500VDC untuk pengukuran isolasi sampai 100Mega Ohm sedangkan pilihan Voltage 1000VDC untuk sampai 4000 Mega Ohm.

ELECTROSTATIC FIELDMETER

Alat ini digunakan untuk mengukur Elektrostatic yang terjadi pada bahan-bahan yang digunakan di produksi, seperti  baju, topi, kotak komponen dan lain sebagainya.

Cara penggunaanya :

  1. ON-kan Electrostatic Fieldmeter
  2. Pastikan display dalam posisi “0”
  3. Dekatkan Electrostatic ke bahan yang ingin kita ukur
  4. Pastikan 2 lampu yang berbentuk lingkaran menyatu (sekitar 1 inci)
  5. Lihat Hasilnya. 

MULTIMETER

Alat ini digunakan untuk mengukur hubungan atau koneksi grounding suatu peralatan kerja dan juga untuk mengukur Leakage Voltage (Kebocoran tegangan) peralatan kerja tersebut seperti Soldering Iron, Screw Driver, Jig dan Equipment.

Cara Penggunaanya :

Untuk mengukur Hubungan / koneksi Grounding Peralatan kerja :

  1. ON-kan Multimeter
  2. Setting Saklar (switch) pada posisi Ohm
  3. Hubungkan Pin Probe Negatif (Hitam) ke Titik Grounding (Grounding Point)
  4. Hubungkan Pin Probe Positif (Merah) ke Peralatan yang ingin diukur.
  5. Lihat Hasilnya (Spesifikasi tergantung masing-masing Produk)

Untuk mengukur Leakage Voltage (Kebocoran tegangan) :

  1. ON-kan Multimeter
  2. Setting Saklar (switch) pada posisi Volt AC
  3. Hubungkan Pin Probe Negatif (Hitam) ke Titik Grounding (Grounding Point)
  4. Hubungkan Pin Probe Positif (Merah) ke Peralatan yang ingin diukur.
  5. Lihat Hasilnya (Spesifikasi tergantung masing-masing Produk)

Selain mengukur Ohm dan Tegangan (Voltage), Multimeter juga dapat digunakan untuk mengukur Arus Listrik (Ampere) dan mengukur Komponen-komponen Elektronika.

Silakan baca Artikel : Cara Menggunakan Multimeter

FOOTWEAR CHECKER

Footwear Checker digunakan untuk mengukur apakah Sepatu atau Sandal produksi dapat berfungsi dengan baik.  Cara kerjanya hampir sama dengan Wrist Trap Checker  yaitu mengukur Resistansi daripada Sepatu atau sandal tersebut. Footwear Tester menyediakan satu Alas Kaki yang terbuat dari besi (Stainless steel) yang bersifat konduktif dan dihubungkan ke Tester-nya melalui kabel penghubung.

Cara Penggunaannya :

  1. Berdiri dan injaklah Alas kaki yang telah disediakan (harus sudah dihubungkan ke Tester-nya)
  2. Tekanlah Tombol besi di Tester.
  3. Lihatlah Hasilnya.
  4. Jika Sepatu atau Sandal dalam kondisi baik, maka lampu hijau (GOOD) akan menyala.
    Jika kondisi Sepatu atau Sandal sudah rusak maka lampu merah (LOW atau HIGH) akan menyala.

Seperti Wrist Trap Checker, Footwear Checker juga memiliki 3 lampu indicator yaitu LOW, GOOD dan HIGH.

  • Low (rendah)     : dibawah 100 kilo Ohm
  • Good (baik)        : diantara 100 kilo Ohm sampai 9 Mega Ohm
  • High (tinggi)        : diatas 9 Mega Ohm

The post Alat-alat Ukur untuk Pengendalian ESD (ESD Control) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Cara Merawat Mata Solder (Soldering Tip) agar lebih awet

$
0
0

Cara Merawat Mata Solder (Soldering Tip) agar lebih awet – Proses Menyolder merupakan proses yang sangat penting dan paling sering dijumpai dalam produksi peralatan Elektronik. Kualitas penyolderan sangat mempengaruhi kualitas akhir dari sebuah produk elektronik. Selain kita harus mengetahui cara menyolder dengan baik dan benar, kita juga harus mengetahui cara untuk memelihara atau merawat peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk menyolder, diantaranya adalah kondisi kebersihan dan kelayakan penggunaan Mata Solder atau disebut juga dengan Soldering Tip.

Mata Solder (Soldering Tip) merupakan salah satu bagian yang memegang peranan penting dari unit Soldering Iron untuk dapat menghasilkan kualitas penyolderan yang baik.  Oleh karena itu, perawatan dan pemeriksaan berkala terhadap Mata Solder (Soldering Tip) merupakan pekerjaan yang penting dalam proses produksi perakitan elektronik. Selain meningkatkan kualitas solder, perawatan yang baik terhadap Mata Solder (Soldering Tip) juga dapat menekan biaya operasional produksi akibat dari terlalu seringnya kerusakan pada Mata Solder.

Sedikit pengetahuan mengenai Mata Solder atau Soldering Tip

Mata Solder terbuat dari Tembaga yang dapat mengantarkan panas dengan baik dan dilapisi oleh lapisan tipis besi untuk mencegah terjadinya erosi Tembaga. Mata Solder yang teroksidasi tidak dapat menghantarkan panas dengan baik dan juga tidak dapat mencairkan Timah solder. Mata Solder dapat mengalami Oksidasi pada suhu yang tinggi saat kita melakukan proses menyolder. Mata Solder perlu dilindungi dari korosi dengan memberikan sedikit lapisan solder yang berisi Timah.

Cara Merawat Mata Solder (Soldering Tip)

Berikut ini beberapa Tips ataupun cara untuk merawat Mata Solder (Soldering Tip) agar lebih awet dan bertahan lebih lama :

  1. Memberikan Lapisan Timah di Mata solder untuk menghindari korosi sebelum meletakannya ke Holder Soldering Iron terutama saat kita akan beristirahat (tidak memakainya selama beberapa menit kemudian).
  2. Rendahkan suhu atau OFF-kan Soldering Iron jika kita tidak memakainya lagi dalam beberapa menit kemudian.
  3. Usahakan untuk menggunakan Suhu yang terendah dalam menyolder (tetapi masih dalam spesifikasi penyolderan).
  4. Gunakanlah “Copper Curl” atau “Cleaning Wire” untuk membersihkan Mata Solder daripada menggunakan “Busa Basah (wet sponge)”
  5. Jika memakai “Busa Basah (wet sponge)”, gunakanlah “Busa Basah” khusus untuk membersihkan Mata Solder.Perlengkapan untuk membersihkan mata solder
  6. Jangan menggunakan ampelas (sandpaper), kikir, pisau, scotch-brite atau busa kering (dry sponge) untuk membersihkan Mata solder karena dapat menghilangkan lapisan besi pada Mata Solder yang juga akan memperpendek umur Mata Solder tersebut.
  7. Hindari menggunakan Teknik menarik dalam melakukan penyolderan. Teknik ini sama dengan menggosok Mata Solder diatas Kikir.
  8. Jangan pergunakan Mata Solder untuk mendorong kaki komponen saat melakukan Desoldering (mencabut komponen dari PCB). Pergunakanlah Alat Desoldering Khusus untuk membuang solder dari PCB.
  9. Jangan mengetuk Mata Solder dengan maksud untuk membuang solder yang berlebihan. Hal ini akan merusak lapisan besinya dan juga akan merusak Heater Soldering Iron.
  10. Hati-hati dalam meletakkan Soldering Iron ke dalam Holder, usahakan Mata Solder tidak menyentuh bagian-bagian Holder.

mata solder baru dan yang rusak

The post Cara Merawat Mata Solder (Soldering Tip) agar lebih awet appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Solder Dross (Limbah Solder) Mesin Solder dan Cara Mengatasinya

$
0
0

Pengertian Solder Dross (Limbah Solder) Mesin Solder dan Cara Mengatasinya – Setiap proses yang memakai mesin solder (Wave soldering Machine) pasti memiliki Solder Dross. Permasalahannya adalah bagaimana menguranginya atau mengolahnya kembali untuk mengurangi kerugian yang terjadi akibat munculnya solder dross tersebut.

Pengertian Solder Dross (Limbah Solder)

Jadi apa sebenarnya solder dross itu?

Solder Dross adalah Kotoran solder yang terdapat di permukaan cairan timah di solder Pot. Solder Dross terjadi akibat oksidasi pemanasan timah dengan udara dan juga kontaminasi dengan unsur-unsur lain seperti Flux dan debu. Beberapa faktor yang merupakan sebab terjadi solder dross antara lain kemurnian timah yang dipakai, Suhu, Jenis dan ketebalan flux, aditif yang dipakai, tingginya gelombang /semburan (wave)  dalam solder pot dan lain sebagainya.

Solder dross yang terjadi di permukaan solder pot harus disingkirkan secara rutin karena solder dross dapat mempengaruhi kualitas penyolderan mesin solder. Biasanya solder dross tersebut digeser ke pinggir solder pot setiap 2 jam dan diambil dari Solder Pot setiap 4 Jam tergantung seberapa aktifnya mesin solder dan seberapa banyak solder dross yang dihasilkan.

Setiap pengambilan solder dross harus memakai Masker karena debu dan asap dari solder dross tersebut dapat merusak kesehatan.

Cara Mengurangi Solder Dross (Limbah Solder) Mesin Solder

Berikut ini ada beberapa cara untuk mengurangi Solder Dross (Limbah Solder) :

1. Menjaga Level Cairan Timah di solder pot

Ketinggian level solder pot sangat mempengaruhi jumlah solder dross yang terjadi. Jika Jumlah Timah terlalu rendah, perputaran motor akan semakin cepat untuk meninggikan semburan timah ke PCB sehingga dross yang terjadi pun akan makin banyak. Untuk menghindari turunnya level solder, biasanya pengisian solder bar (timah batangan) dilakukan secara teratur seperti 2 jam atau 4 jam sekali (tergantung Jumlah PCB yang disolder).

2. Ketebalan Flux

Pemberian Flux harus di setting sesuai dengan kondisi PCB, kebanyakan Flux di PCB selain menyebabkan kualitas solder juga dapat menyebabkan terbentuk solder dross. Flux yang lebih akan menyatu dengan timah di solder pot dan menyebabkan terjadi solder dross.

3. Penggunaan bahan kimia

Di pasaran terdapat beberapa bahan kimia yang dapat memisahkan timah dengan kotoran akibat oksidasi. Meskipun tidak dapat memisahkan 100%, tetapi minimal dapat mengembalikan timah sebanyak 30%~50% dari solder dross. Jumlah persentasi pengembalian solder dross juga tergantung orang yang mengambilnya. Sebutan dari Bahan kimia  tersebut adalah “Dross Eliminator”.  Dross Eliminator ada yang berbentuk Cairan, serbuk dan benda padat. Penggunaan Dross eliminator tersebut biasanya dilakukan saat pengambilan solder dross dari solder pot ke wadah yang disediakan.

Penggunaan bahan kimia ini juga harus memperhatikan unsur-unsur kimia yang terdapat di dalam dross eliminator seperti RoHs compliant dan tidak mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Disamping itu juga harus melakukan perhitungan apakah dengan menggunakan dross eliminator tersebut dapat membantu pengurangan biaya, karena harga dari dross eliminator juga tergolong mahal.

Referensi dross eliminator yang sering digunakan :

  • Qualitex Super Deox berbentuk serbuk
  • MS2 buatan PK Metal berbentuk cairan

4. Penggunaan Mesin Pengolahan Ulang

Selain cara-cara diatas, terdapat juga cara pengolahan ulang (Solder dross Separator) dengan menggunakan Mesin Pengolah untuk memisahkan Kotoran oksidasi dengan Timah murni. Cara kerja dari mesin tersebut adalah memanaskan kembali solder dross tersebut dan memisahkan antara kotoran solder dengan timah murni.

Solder dross yang telah diproses merupakan limbah industri yang harus ditangani secara khusus oleh vendor yang memiliki sertifikasi dalam penanganan limbah industri.

The post Pengertian Solder Dross (Limbah Solder) Mesin Solder dan Cara Mengatasinya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Tata cara dan Peraturan Pelaksanaan ESD control

$
0
0

Tata cara dan Peraturan Pelaksanaan ESD control – Untuk memastikan implementasi ESD control berjalan dengan baik, biasanya dibentuk suatu komite khusus pengawasan tentang Pengendalian ESD di produksi. Komite tersebut bertanggung jawab untuk melakukan Implementasi dan analisis permasalahan ESD dalam produksi serta menyusun Tata cara (prosedur) dan Peraturan dalam menjalankanya.

Tata Cara dan Peraturan ESD Control

Tata Cara maupun Peraturan ESD control akan berbeda-beda tergantung produk, ESD Level dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Berikut dibawah ini adalah Tata cara atau peraturan Pengendalian ESD atau  ESD Control secara umum.

  1. Setiap Operator harus memakai Wrist trap dan dihubungkan ke Grounding
  2. Setiap karyawan (atau siapa saja) yang ingin memegang Komponen dan PCB harus memakai Wrist trap dan dihubungkan ke Grounding.
  3. Semua Peralatan kerja (Equipment, Jig dan Mesin) harus dihubungkan ke Grounding melalui kabel yang dipasangkan resistor 1 mega ohm.
  4. Semua Meja kerja yang berhubungan dengan Komponen dan PCB harus dialaskan dengan Antistatic Mate dan di grounding.
  5. Semua container atau penampungan sementara komponen dalam produksi harus memakai material yang tidak menimbulkan static atau memakai material konduktif (aluminium, seng dan besi) yang dihubungkan ke Grounding.
  6. Memakai peralatan kerja yang ESD Safe.
  7. Pemakaian ESD Coat (baju pelindung ESD) untuk menghindari Static discharge yang diakibatkan oleh baju biasa.
  8.  Pemakaian Topi ESD untuk menghindari rambu yang jatuh dan gesekan dengan rambut.
  9. Pemakaian Sarung Tangan atau Finger coat ESD.
  10. Pemakaian Sepatu atau Sandal ESD.
  11. Tempat pemasangan komponen yang sangat sensitif terhadap ESD harus di pasangkan Ionizer dan menghembus anginnya ke area pemasangan tersebut.
  12. Jika ada proses yang memerlukan penempelan sticker atau label, dianjurkan untuk memasangkan Ionizer diarea penempelan sticker atau label tersebut.
  13. Pemindahan komponen atau PCB dari satu tempat ke tempat lainnya harus memakai pembungkus Antistatik (bungkus asli/original dari supplier) atau memakai tray khusus yang antistatic
  14. Rak tempat menyimpan komponen harus dialasi dengan Antistatic Mate dan di grounding.
  15. Diusahakan untuk memakai monitor Komputer yang LCD atau LED dan hindari pemakaian Monitor yang berbentuk tabung CRT karena statik discharge yang timbul akibat Monitor tabung CRT sangat tinggi.

Perlengkapan ESD

Larangan untuk Wilayah ESD (EPA)

Dalam mengendalikan ESD pada Produksi, terdapat beberapa larangan yang harus dihindari. Berikut ini adalah larangan dalam Produksi yang ESD Protected Area (EPA) :

  1. Dilarang untuk membuka lem (tempelan) dari kotak atau memotong kotak di area EPA.
  2. Dilarang keras untuk meminum dan makan di area EPA.
  3. Dilarang menyisir dalam area EPA.
  4. Dilarang berlari di dalam area EPA.
  5. Dilarang membawa barang yang tidak berkaitan dengan produksi (handphone, gantungan kunci, Jam tangan, pena dan lain sebagainya) di area EPA karena kemungkinan besar barang-barang tersebut tidak ESD safe.
  6. Dilarang melakukan pekerjaan Maintenance (pemeliharaan dan pembersihan) dan perbaikan/repairing terhadap peralatan kerja saat produksi sedang berjalan. Jika diperlukan untuk melakukannya, usahakan untuk memindahkan semua komponen dan PCB yang sensitive terhadap ESD ke area lain yang agak jauh dari Area Maintenance dan Repairing.

The post Tata cara dan Peraturan Pelaksanaan ESD control appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.


Cara Menghitung Target Output Produksi per Jam

$
0
0

Menghitung Target Output Produksi per Jam – Istilah Output sering digunakan oleh Produksi dalam menyatakan jumlah unit yang berhasil diproduksikan. Dalam Produksi, mengetahui Output yang berhasil diproduksi per jam merupakan hal yang sangat penting, karena semakin cepat Line Leader maupun manajemen mengetahui Jumlah Output di produksi makin cepat pula Line Leader dapat mengambil tindakan seperlunya agar Output pada hari itu dapat tercapai. Menuliskan informasi ke Papan Informasi Input dan Output juga merupakan suatu rutinitas yang harus dikerjakan oleh Line Leader.

Di Era Teknologi ini, sudah banyak sekali perusahaan produksi elektronik yang memakai sistem komputerisasi (information Technology) sehingga Line Leader-nya dapat mengetahui lebih cepat jumlah unit (output) yang berhasil diproduksi. Dengan memakai sistem komputerisasi, Target Output dapat dihitung secara komputerisasi, hasil output juga dapat diperbaharui (update) setiap detik sehingga informasi yang didapat pun makin cepat. Tetapi apakah para Line Leader mengetahui dari mana angka-angka yang ditargetkan tersebut? Mengapa harus 100/Jam? 200/Jam? Atau mungkin 1000/Jam?

Disamping itu, bagi perusahaan yang masih memakai sistem Manual, menghitung Target Output per Jam menjadi sangat tergantung kepada kemampuan Line Leader dalam menghitungnya. Salah menghitung, berarti Output pada hari itu belum tentu akan tercapai.

Mungkin sebagian orang akan mengganggap perhitungan ini sangat mudah, toh target perharinya kalau 800 maka tinggal dibagi saja 8 Jam kerja, maka hasilnya adalah 100/Jam. Apakah sedemikian mudahnya? Bagaimana kalau ada waktu istirahat 10menit di dalam jam tersebut? Apakah masih bisa memakai Target Output per Jam yang disebut diatas? Jawabannya  tentunya tidak bisa. Output 50 menit tentu berbeda dengan Output dalam 60 menit.

Perhitungannya memang tidak terlalu sulit, tidak memerlukan perhitungan akar dan pangkat, cukup memakai tambah dan kurang serta skill dalam pembulatan angka.

Langkah-langkah Menghitung Target Output Produksi per Jam

Berikut ini saya uraikan cara-cara dalam menghitung Target Output yang dimaksud.

  1. Tentukan Output per hari yang akan dicapai, contohnya 1.000 unit
  2. Tentukan Jam Kerja pada hari yang bersangkutan, contohnya 8 Jam (Jam Kerja Normal)
  3. Konversikan Jam Kerja ke menit untuk melakukan Perhitungan Menit Kerja yang sebenarnya (8 Jam x 60 = 480 menit )
  4. Kurangkan waktu Istirahat, misalnya Tea Break 10 menit, Makan 50 menit
  5. Hitunglah Menit Kerja yang sebenarnya, 480–60 menit = 420 menit
  6. Konversikan menit kerja yang sebenarnya ke detik untuk mengetahui Pitch Time per unit, 420 menit x 60 = 25.200 detik   *Pitch Time adalah waktu yang diperlukan untuk mengerjakan 1 (satu) unit di proses produksi
  7. Hitung Pitch Time per unit,. Detik kerja / Output per hari (25.200/1.000 = 25.2 detik per unit)
  8. Sekarang kita sudah bisa hitung Target Output per Jam, 3.600 (detik per Jam)/25.2 = 142.85 (dibulatkan ke 143 unit karena setiap unit produksi adalah bulat, tidak ada pecahan)
  9. Jika ada jam yang istirahat, contohnya tea break 10 menit maka kita harus melakukan pengurangan 10 menit  pada jam yang bersangkutan, contohnya 60 menit – 10 menit = 50 menit kerja. Perhitungan Target Output pada Jam tersebut adalah 50 menit kerja x 60/25.2 = 119.04 (dibulatkan ke 119 unit).
  10. Pada Jam Istirahat Makan, Target Output-nya bisa diisi dengan selisih Target Output per hari dengan Total Target Output yang telah dihitung agar Totalnya sama dengan Target Output per hari.
  11. Buatlah Papan Kontrol Output seperti contoh berikut ini :

Keterangan :

  • Kolom Input and Output adalah Aktual hasil yang didapat (diproduksi).
  • Perbedaan Input merupakan hasil pengurangan Input Accm dengan Target Accm.
  • Perbedaan Output merupakan hasil pengurangan Output Accm dengan Target Accm.
  • Isilah Permasalahan yang terjadi di kolom keterangan.

The post Cara Menghitung Target Output Produksi per Jam appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Cara Menghitung Upah Lembur (Overtime)

$
0
0

Cara Menghitung Upah Lembur – Lembur atau sering disebut dengan Overtime (OT) merupakan istilah yang dipakai untuk bekerja melebihi  waktu kerja yang telah ditentukan oleh Undang-undang atau peraturan Pemerintah di negara bersangkutan.

Lembur atau Overtime perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak merugikan perusahaan, hal ini dikarenakan Biaya Lembur pasti lebih tinggi dari Biaya waktu Kerja biasanya.

Oleh karena itu, Pengetahuan tentang “Cara Menghitung Lembur” menjadi sangat penting untuk membantu Manajemen dalam merencanakan Jadwal dan Kapasitas Produksi yang sesuai dengan anggaran operasional produksi dan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan Perusahaan dan Karyawan.

Penyebab terjadinya lembur (Overtime) bisa dikarenakan oleh :

  1. Adanya pesanan (order) yang melebihi Kapasitas produksi pada Waktu Kerja Normal, sehingga diperlukan Jam tambahan.
  2. Kurangnya Tenaga Kerja yang menyebabkan Tenaga kerja lainnya harus mengerjakan pekerjaan yang lebih untuk menutupi kekurangan tersebut.
  3. Adanya Kerusakan Mesin atau peralatan Produksi maupun permasalahan lainnya yang mengganggu kelancaran produksi.
  4. Kekurangan Material pada saat Waktu Produksi sehingga diperlukan waktu kerja lebih untuk menutupi kekurangan jumlah produksi saat Material tiba.
  5. Rendahnya Produktivitas kerja.

Di Republik Indonesia, Jam Kerja seorang karyawan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya pada Pasal 77 ayat 1 dengan bunyi sebagai berikut :

  1. 7 (tujuh) Jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  2. 8 (delapan) Jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Perhitungan Overtime (Lembur) juga diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan No. KEP.102/MEN/VI/2004. Dalam Pasal 8 yang mengatur perhitungan upah lembur bulan mengatakan :

  1. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.
  2. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

Rata-rata perusahaan yang bergerak dibidang perakitan elektronik meng-adopsi sistem upah bulanan, sehingga yang perlu kita ketahui adalah cara menghitung upah lembur dengan sistem upah bulanan.

Cara perhitungan upah kerja lembur berdasarkan Pasal 11 sebagai berikut :

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :

  • untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam;
  • untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2(dua) kali upah sejam.

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka :

  • perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam.
  • apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3(tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.

Mengapa harus dibagi 173?

173 adalah Rata-rata Jam Kerja dalam sebulan, berikut ini cara perhitungannya :

Jam Kerja per Minggu                     : 40 Jam
Jumlah minggu dalam setahun   : 52 minggu
Jadi Jam kerja per tahun               : 2080 Jam (40 x 52)
Rata-rata Jam Kerja per bulan    : 173 (2080 Jam/12 bulan)

Contoh kasus Perhitungan upah lembur

Contoh Kasus I

Seorang Operator produksi dengan gaji bulanan Rp. 3.000.000,00 diminta oleh perusahaan melakukan Lembur (overtime) pada hari kerja biasa (contohnya Hari Senin) selama 4 Jam. Berapakah upah lembur yang harus dibayar oleh perusahaan ?

Upah Lembur per Jam   : Rp. 17.341 (Rp. 3.000.0000 / 173)
Jam Pertama      : Rp. 26.011 (Rp. 17.341 x 1,5)
Jam Kedua          : Rp. 34.682 (Rp. 17.341 x 2)
Jam Ketiga          : Rp. 34.682 (Rp. 17.341 x 2)
Jam Keempat     : Rp.
34.682 (Rp. 17.341 x 2)
Total                      : Rp. 130.057,-

Jadi Perusahaan yang bersangkutan harus membayar upah lembur sebanyak Rp. 130.057 kepada operator tersebut.

Contoh Kasus II

Seorang Operator produksi dengan gaji bulanan Rp. 3.000.000,00 diminta oleh perusahaan melakukan Lembur (overtime) pada hari minggu selama 8 Jam. Berapakah upah lembur yang harus dibayar oleh perusahaan ?

Upah Lembur per Jam                       : Rp. 17.341 (Rp. 3.000.000 / 173)
Jam Pertama sampai Jam ketujuh  : Rp. 242.774 (Rp. 17.341  x 2 x 7)
Jam kedelapan                                    : Rp.   52.023 (Rp. 17.341 x 3)
Total                                                    : Rp. 294.797,-

Jadi Perusahaan yang bersangkutan harus membayar upah lembur sebanyak Rp. 294.797,-  kepada operator tersebut.

The post Cara Menghitung Upah Lembur (Overtime) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian Produktivitas Kerja di Produksi dan Cara Menghitungnya

$
0
0

Pengertian Produktivitas Kerja di Produksi dan Cara Menghitungnya – Kata “Produktivitas” merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu Productivity atau gabungan dari 2 kata diantaranya “Product” dan “Aktivity” yang artinya adalah Kegiatan untuk menghasilkan sesuatu, baik itu berupa Barang maupun Jasa. Dalam Produksi, Produktivitas merupakan suatu pengukuran dimana produksi menggunakan sumber-sumber dayanya untuk mendapatkan hasil  yang semaksimal mungkin. Dengan kata lain, Produktivitas merupakan rasio atau perbandingan antara Output yang dihasilkan dengan Input (sumber daya) yang digunakanya.

Untuk meningkatkan produktivitas kerja, tentunya kita perlu perhatikan faktor-faktor seperti dibawah ini :

  1. Pelatihan (Training) Karyawan
  2. Lingkungan Kerja
  3. Peralatan dan perlengkapan kerja
  4. Konsep Positif Karyawan
  5. Motivasi Karyawan
  6. Penghargaan (rewards)
  7. Komunikasi yang efektif
  8. Leadership (kepemimpinan)
  9. Rasa Tanggung Jawab
  10. Kebijakan Perusahaan

Dengan meningkatnya produktivitas kerja, tentunya akan memberikan keuntungan atau laba kepada Perusahaan dan para pemegang saham/investor, meningkatnya upah kerja karyawan, terciptanya kualitas yang unggul pada produk yang dihasilkan bahkan dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap pajak dan pendapatan-pendapatan lainnya bagi pemerintah Daerah dan Negara.

Rumus Menghitung Produktivitas

Secara umum, Rasio produktivitas kerja merupakan hasil perbandingan atau persentase antara Output dan Input seperti rumus dibawah ini:

Produktivitas = Output / Input

Perlu diingat, Input disini bukanlah berarti Kuantitas bahan mentah yang diolah yang kemudian menjadi Output. Maksud dari Input disini adalah Sumber-sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu Output. Misalnya : Sumber daya Manusia (Karyawan), Waktu, Perlengkapan produksi dan lain sebagainya.

Rumus untuk menghitung Rasio Produktivitas kerja dalam produksi adalah sebagai berikut :

Produktivitas  = (Output x Standard Time) / (Jumlah Tenaga Kerja x Waktu Kerja) x 100

Satuan dalam rumus :
Produktivitas, satuannya adalah Persen (%)
Output, satuannya adalaah Unit (pcs)
Standard Time, satuannya adalah Menit (minutes)
Jumlah Tenaga Kerja, satuannya adalah orang (person)
Waktu Kerja, satuannya adalah Menit (minutes)

Catatan:
Pengertian tentang Standard Time dapat anda lihat di artikel Menghitung Tenaga Kerja, Output dan Waktu Kerja di Produksi
**Standard Time biasanya tidak dapat diubah, karena sudah ditetapkan oleh para perancang produk (product designer) ataupun Process Engineer sesuai dengan standar yang ada, terkecuali adanya perubahaan proses produksi seperti pengurangan langkah kerja ataupun pengurangan pemasangan komponen.

Berdasarkan rumus diatas, maka sangatlah jelas bahwa jika kita ingin meningkatkan Produktivitas, maka kita perlu :

  1. Naikan Jumlah Output
  2. Kurangi Tenaga Kerja, atau
  3. Tambahkan Tenaga Kerja dan Naikan Jumlah Output, tetapi kenaikan Output harus lebih besar dari penambahan Jumlah Tenaga kerja.

Contoh Kasus 

Perusahaan A memiliki satu jalur Produksi yang memproduksi kalkulator, Standard Time (ST) yang telah diperhitungkan oleh para Product Designer adalah 10menit dalam menyelesaikan perakitan 1 (satu) unit Kalkulator. Dalam memproduksinya, Perusahaan A memakai Tenaga kerja sebanyak 23 orang, waktu kerja yang ditentukan oleh Pemerintah adalah 420 menit, Jumlah Output yang berhasil diproduksi pada hari yang bersangkutan adalah 1,000 unit. Berapakah Produktivitas yang dicapaik oleh Jalur Produksi Kalkulator Perusahaan A?

Penyelesaiannya :

Diketahui :
Standard Time (ST)           = 10 menit
Jumlah Tenaga Kerja      = 23 orang
Waktu Kerja                      =  420 menit
Output yang dihasilkan   = 1,000 unit
Berapakah Produktivitasnya ?
Produktivitas(%) =(Output x Standard Time) / (Jumlah Tenaga Kerja x Waktu Kerja) x 100
Produktivitas(%) =(1,000 unit x 10 menit) / (23 orang x 420 menit) x 100
Produktivitas(%) =(10,000) / (9,660) x 100
Produktivitas(%) =103,52%
Jadi Produktivitas yang dicapai oleh Jalur Produksi Kalkulator Perusahaan A pada hari tersebut adalah 103,52%.

Minimal Rasio Produktivitas yang harus dicapai adalah 100%, yaitu Output yang dihasilkan sama dengan Input (sumber daya) yang dipergunakannya atau mencapai breakeven point antara Output dan Input.

Tentunya, laba atau profit yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bukan saja ditentukan oleh Produktivitas kerja.
Faktor lain yang mempengaruhi laba atau profit dari suatu perusahaan antara lain Harga Jual Produk, Biaya Tenaga Kerja, Biaya Bahan Mentah dan Bahan Pembantu, Biaya Listrik, Biaya Pemasaran, Biaya Administrasi dan Biaya-biaya operasional lainnya.

Tetapi Produktivitas sangat penting menjadi tolak ukur apakah suatu Perusahaan dapat menjalankan produksinya dengan se-efisien dan se-efektif mungkin. Semakin tinggi tingkat Produktivitasnya, semakin tinggi pula efisiensi kerja dalam produksi.

The post Pengertian Produktivitas Kerja di Produksi dan Cara Menghitungnya appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pengertian OQC Acceptance Ratio (Tingkat Penerimaan OQC)

$
0
0

OQC (Outgoing Quality Control) check merupakan gerbang terakhir dalam pengendalian kualitas dalam suatu produksi dan merupakan pencerminan kualitas pada produksi tersebut. Penilaian prestasi kualitas produksi oleh OQC dinamakan dengan OQC Acceptance Ratio atau Tingkat penerimaan OQC.  Berbeda dengan Direct Acceptance Ratio (DAR) yang perhitungannya berbanding dengan jumlah unit yang dihasilkan, sedangkan Penilaian QC Acceptance Ratio pada umumnya berdasarkan Lot yang di dihasilkan.

Jumlah unit yang di inspeksi dalam satu Lot adalah berdasarkan standar sampling plan AQL (Acceptance Quality Level) dalam MIL-STD-105E.
Contoh : 1 Lot dengan nomor Lot A12345 dan berjumlah 1000 unit (Lot No. A12345, Lot size 1000 unit), di inspeksi berdasarkan standar tipe Single Normal Sampling Plan AQL 0.15 maka hasilnya adalah 80 unit. Jadi OQC harus mengadakan Inspeksi sebanyak 80 unit untuk Lot A12345 tersebut).

Dalam Inspeksi, Jika ditemukan 1 unit atau lebih yang cacat (defect), maka Lot tersebut dinyatakan “REJECT”atau “DITOLAK”. Jika tidak  ditemukan defect (cacat) sama sekali maka Lot tersebut dinyatakan “ACCEPT” atau “DITERIMA”.

Jika Lot tersebut ditolak, maka produksi harus melakukan “REWORK” atau pengerjaan ulang atas sisa unit dari Lot tersebut yang belum di inspeksi oleh OQC. Atau berdasarkan Investigasi yang dapat dipertanggung jawabkan mengenai jumlah unit yang terpengaruh atas cacat atau kesalahan tersebut.

“REWORK adalah aktivitas pengerjaan  ulang terhadap unit yang telah dihasilkan oleh Produksi dengan cara memperbaiki atau memeriksa kembali atas unit yang berkaitan dengan cacat tersebut”

Cara Menghitung OQC Acceptance Ratio

Cara Perhitungan  OQC Acceptance Ratio (Tingkat Penerimaan OQC) :
Jumlah Lot yang diterima / Jumlah Lot yang diinspeksi * 100

Contoh :

Sebuah jalur Produksi menghasilkan 100 Lot di bulan April 2012, Lot yang di inspeksi oleh OQC juga 100 Lot, tetapi hanya 99 Lot saja yang diterima (Accept) dan 1 Lotnya ditolak (Reject). Berapakah OQC Acceptance Ratio?

Jawaban :

99 / 100 * 100 = 99%
maka OQC Acceptance Ratio adalah 99%.

Keterangan:
Jumlah Lot yang di terima    : Accepted Lot
Jumlah Lot yang di tolak       : Rejected Lot
Jumlah Lot yang di inspeksi : Inspection Lot

Target Tingkat Penerimaan OQC (OQC Acceptance Ratio) berbeda pada setiap Produk dan ditentukan oleh Manajemen atau Customer (Pelanggan) atau Pihak Otoritas yang memiliki wewenang penentuan Target sesuai dengan Kebijakan Perusahaan.

Biasanya, penentuan target OQC Acceptance Ratio berdasarkan hasil dari rata-rata pencapaian tahun lalu (atau beberapa tahun) kemudian dinaikkan sesuai dengan kapabilitas / kemampuan daripada Produksi yang bersangkutan.

The post Pengertian OQC Acceptance Ratio (Tingkat Penerimaan OQC) appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Pentingnya Meeting sebelum Produksi dimulai

$
0
0

Pentingnya Meeting sebelum Produksi dimulai – Sebagian besar karyawan tidak menyukai meeting, mereka menggangap meeting adalah hal yang membosankan, menghabiskan waktu dan tidak produktif,  tetapi meeting atau rapat merupakan salah satu jalur komunikasi yang cukup efektif dalam produksi. Meeting harian sebelum memulai kerja adalah suatu keharusan yang diterapkan dalam produksi, terutama di jalur produksi (Production line).

Meeting atau rapat merupakan komunikasi dua arah, adanya feedback diantara pemimpin meeting dan anggota meeting, pemimpin meeting bukan saja mengutarakan apa yang ingin disampaikan tetapi juga mendengarkan feedback dari anggota Timnya.

Meeting harian sebelum produksi berjalan biasanya dipimpin oleh Leader Line dan dihadiri oleh Operator, Material handler dan Assistant Leader (tergantung dari kebijakan perusahaan masing-masing). Meeting harus dilakukan se-efektif dan se-efisien mungkin dan menghindari topik-topik yang tidak berkaitan dengan produksi atau terlalu bertele-tele (tidak berbobot). Meeting harian sebelum produksi harus dilakukan dengan singkat dan berbobot, biasanya meeting harian ini dilakukan sekitar 10 ~ 15 menit saja.

Contoh hal-hal yang perlu disampaikan oleh Leader dalam meeting antara lain :

  1. Jadwal produksi, contoh : Model dan Lot  yang akan dijalankan pada hari yang bersangkutan.
  2. Kualitas hasil produksi, contoh : reject (cacat) produk yang pernah terjadi di Jalur produksi, OQC, hasil audit IPQC maupun complain dari customer (pelanggan)
  3. Hasil output produksi, contoh : jumlah unit yang berhasil diproduksi dan target yang harus dicapai.
  4. Permasalahan produksi, contoh : tingkat kehadiran dan kerusakan mesin atau peralatan kerja.
  5. Countermeasure atau tindakan baru terhadap masalah kualitas, output, dan displin kerja
  6. Perubahan Proses, contoh :  adanya pergantian proses, penambahan dan pengurangan proses.
  7. Kebijakan Perusahaan ataupun produksi, contoh : mengingatkan kembali peraturan perusahaan, kerapian pakaian, slogan perusahaan, keamanan dan keselamatan kerja.
  8. Pemberian Motivasi atau dorongan positif terhadap pekerjaan.
  9. Memberitahukan perkembangan tentang keluhan dan ide/usulan operator yang telah disampaikan sebelumnya.
  10. Pengumuman dan Informasi lainnya, contoh :  ada kunjungan tamu, kegiatan rekreasi dan lain sebagainya.

Disamping menyampaikan informasi dan pengumuman, Leader juga perlu mendengarkan tanggapan dan keluhan (feedback) dari Operator ataupun bawahannya untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman, membangun kerjasama yang lebih baik dan juga dapat mendengarkan sesuatu yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Dalam meeting harian sebelum produksi dimulai, para operator diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan dan keluhannya antara lain :

  1. Keluhan, contoh :  Ketidakstabilan mesin produksi, peralatan produksi yang kurang memadai lagi, proses yang terlalu dibebankan kepadanya, ruangan produksi yang panas.
  2. Tanggapan, contoh : kesulitan dalam mengerjakan tindakan / countermeasure baru
  3. Ide/usulan, contoh : memperbaiki tata letak komponen supaya mudah dicapai, memperbaiki mesin supaya tidak berbahaya bagi keselamatannya.
  4. Permintaan, contoh : permintaan cuti, ijin dan lain sebagainya.
  5. Informasi lainnya

Leader sebagai pemimpin dalam meeting harus menanggapi, mengumpulkan dan menindaklanjuti semua keluhan, tanggapan, ide/usulan dan permintaan anggota teamnya kemdian menyeleksinya untuk disampaikan kepada atasannya (Supervisor ataupun Manager).

The post Pentingnya Meeting sebelum Produksi dimulai appeared first on Manajemen Produksi Elektronika.

Viewing all 155 articles
Browse latest View live